Connect with us

RAGAM

MENILIK KEMBALI EKSISTENSI KAUM SARUNGAN DI ERA DIGITAL

Published

on

Oleh : FIK A. HAQ, SH. 

BREBES | KopiPagi : Hari Santri Nasional (HSN) akan diperingati tanggal 22 Oktober 2022. Peringatan ini untuk mengenang pada 22 Oktober 1945 sebagai momentum berkobarnya Resolusi Jihad yang membakar semangat juang para santri dan ulama untuk bertekad berjuang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang saat itu baru selesai diproklamirkan.

Hari Santri Nasional (HSN) yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada delapan tahun yang lalu, melalui Keputusan Presiden (Kepres) RI Nomor 22 tahun 2015,  bertujuan untuk menjaga dan menumbuhkan sikap moderat dan toleransi di kalangan santri dan umat islam diseluruh penjuru nusantara.

FIK A. HAQ, SH

Tahun 2022 ini, tema peringatan Hari Santri Nasional (HSN) adalah “Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan”. Ini adalah tema yang menarik dan mampu menjadi pemantik semangat juang kaum sarungan (santri dan kiai) untuk lebih menjaga martabat kemanusiaan di atas nilai-nilai martabat yang lain. Santri di zaman ini dituntut untuk bisa menjaga keharmonisan hidup. Kehidupan yang dimaksud adalah kehidupan yang kompleks, yaitu kehidupan antar umat seagama, kehidupan antar umat beragama kehidupan bernegara dan kehidupan yang bersanding dengan alam semesta.

Hingga pada akhirnya santri bisa menjadi agen kemanusiaan yang berdiri paling depan dalam memperjuangkan pluralisme, heterogenisme dan keberbedaan. Karena seorang santri sudah selesai dalam pemahaman bahwa perbedaan dan pluralisme adalah sebuah rahmat. Masih segar dalam ingatan kita betapa sejarah kelam umat Islam banyak diwarnai oleh konflik-konflik internal antar pemeluk umat Islam itu sendiri. Konflik Syiah dan Suni yang sudah berkecamuk selama 1.400 tahun hingga saat ini pun konflik itu masih ada dan masih terus berkobar turun temurun dan tidak akan selesai. Bahkan, sampai sekarang masih bermusuhan dan saling membenci satu sama lain, saling membidahkan satu sama lain dan bahkan saling mengkafirkan satu sama lain.

Akhirnya mereka menciptakan Ushul Fiqih sendiri, membuat hukum-hukum sendiri yang mana satu sama lain membatalkan ibadah yang lainya dan begitu seterusnya.

Kalau kita mau melek dan sadar kondisi lingkungan disekitar kita, firqoh-firqoh (golongan) khowarij masih hidup dengan subur. Inilah yang menjadi embrio permusuhan dan perpecahan Islam. Umat Islam dibelah menjadi beberapa bagian dan mereka dipaksa untuk berperang dan menumpahkan darah antar saudara mereka yang seiman. Kita ingat betul tragedi terbunuhnya Sayyidina Umar, apakah yang membunuh orang kafir, apakah yang membunuh orang Yahudi tapi Muhammad bin Abu bakar anak dari Sayyidina Abu Bakar, anak dari teman akrabnya sendiri. Yang membunuh Sayyidina Ali, seorang Abdurrahman bin Muljam Attamimi ini juga orang Islam, bahkan seorang muslim yang taat, dimana dia hafal Al-quran, dia selalu berpuasa di siang hari dan selalu mendirikan solat malam.

Jika bicara peperangan, Islam juga mencatat sejarah kelam peperangan yang justru dilakukan oleh sesama umat Islam. Kita bisa membaca dalam kitab-kitab Tarikh bahwa perang Jamal, perang Murroh, perang Zab itu semua perang yang melibatkan sesama orang Islam, perang yang memaksa umat Islam untuk saling berhadap-hadapan dan menghunuskan pedang ditanganya. Korbannya ratusan ribu nyawa terbunuh. Dalam perang Murroh perempuan yang tidak bersuami jumlahnya 1.100 itu mereka melahirkan anak haram, diperkosa oleh sesama orang Islam. Yang diperkosa orang Islam dan yang memperkosa juga orang Islam melahirkan 1.100 anak haram di Khurroh, Madinah timur laut. (Tarikhul Khulafa, Imam Suyuti, hal 83).

Begitu juga sejarah umat Kristen. Terbelah dalam perang selama 30 tahun, korbannya membunuh 8.000.000 umat Kristen Eropa dan sekitarnya, walhasil umat Kristiani terbelah menjadi Katholik dan Protestan, tapi uniknya mereka segera selesai pada West Falen Agrement dan perjanjian Peace of Pride, setelah itu mereka selesai total dan tidak ada konflik. Orang Kristen lebih dulu sadar dibandingkan kita umat Islam.

Hari ini, umat Islam terlena dengan mimpi-mimpi politik, janji-janji kekuasan yang bersifat temporer. Umat Islam mudah sekali dibenturkan oleh sesama umat Islam hanya karena berbeda pandangan politik, berbeda caleg, berbeda calon bupatinya, berbeda calon Presidennya. Bahkan, umat Islam rela membusungkan dada dan melakukan kuda-kuda peperangan sesama umat Islam. Fenomena ini diperkeruh oleh orang-orang barat. Hisbuttahrir dimana kantor pusatnya di London, kenapa kita umat Islam di Indonesia nggak sadar atas fenomena ini. Mereka menyuarakan idiologi Khilafah tapi di Inggris mereka tidak sanggup menyebarkan luaskan idiologi yang mereka anggap benar, akhirnya mereka menyebarkan dan menyuarakan khilafah di negara-negara islam dan negara-negara yang mayoritas penduduknya umat islam.

Mereka menyuarakan khilafah dan menggaungkan khilafah seakan-akan ini adalah project masterpeace dari Tuhan. Disini, santri harus berani memerangi dan membantah. Sebab kejahatan-kejahatan pengikut khilafah sudah sangat banyak, rekam jejak kejahatan mereka terpampang dimana-mana. ingat seorang penulis bernama Faraz Faudah dari Mesir yang mengarang buku Khakitul Ghoibah yang menulis secara rinci kejahatan-kejahatan kaum khilafah dari literatur Ibnu Katsir, literatur Imam Suyuti, Atthobari dan Ibnu Masud, apa yang kemudian terjadi pada Faraz Faudah ? Dia dibunuh oleh kelompok Ikhwanul Muslimin di Naseer City. Artinya apa, pemahaman-pemahaman yang hari ini dijejalkan oleh para agen-agen khilafah yang sudah menggurita di lingkungan kita, santri harus berani melawan dan santri harus berani mendekonstruksi pemahaman-pemahaman yang selama ini keliru tentang idiologi khilafah.

Akhir dari tulisan ini, dapat kita simpulkan bagaimana dan seperti apa eksistensi santri pada era milenial ini. Jelas, santri harus mampu menjaga keseimbangan hubungan antar umat seagama, antar umat beragama dan juga santri harus mampu menjadi katalisator harmonisnya hubungan antara negara dengan agama. Sebab banyak kalangan meyakini bahwa santrilah yang akan menjadi benteng terakhir keutuhan bangsa ini yang Bhineka Tunggal Eka. Negara yang bersendi pada keberagaman dan negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Penulis adalah : GM Daerah Tujuan Wisata Bumi Harmoni – Kutamendala, Tonjong, Kabupaten Brebes.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *