Connect with us

BIVEST

Penerimaan Negara dari PT FI Anjlok, DPR : Tak Mampu Naikkan Saham, Pecat Dirut Inalum!

Published

on

KopiPagi JAKARTA : Anggota Komisi VII DPR RI merasa prihatin pendapatan negara dari PT. Freeport Indonesia (PTFI) anjlok dari USD2,195 juta menjadi USD950 juta. Padahal saat ini Indonesia merupakan pemegang saham mayoritas di PTFI.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua F-PKS DPR RI Mulyanto melalui keterangannya, Senin (06/07/2020). Untuk itu, Mulyanto meminta, Pemerintah mengganti pejabat-pejabat terkait yang tidak mampu membawa nilai lebih atas kepemilikan saham 51% di PTFI.

“Seharusnya, dengan akuisisi 51% saham, pendapatan negara meningkat, dari royalti tembaga, emas, dan perak yang semula masing-masing sebesar 1,5%, 1% dan 1% menjadi sebesar 4%, 3.75% dan 3.25%,” jelasnya.

Belum lagi, lanjut Mulyanto, terdapat pendapatan tidak langsung berupa pembagian dividen. Di tahun 2018 Pendapatan negara dari PTFI mencapai USD2,195 juta (termasuk deviden sebesar USD180 juta).

“Tapi tahun 2019, pendapatan negara anjlok menjadi hanya sebesar USD950 juta (deviden tidak dibagikan). Ini mengkhawatirkan,” ungkap anggota Komisi VII DPR RI ini.

Sebagai wakil rakyat, Mulyanto mengaku, dirinya kecewa atas kinerja ini. Dia mempertanyakan hasil keputusan Pemerintah divestasi 51% saham PTFI tahun 2018 lalu.

Mulyanto mengingatkan, saham Indonesia di PTFI sebesar 51%, dibeli dengan cara utang menerbitkan obligasi global bond sebesar USD4 miliar dengan tenor 30 tahun.

“Dan sekarang untuk membayar cicilan utang yang jatuh tempo, pada Mei 2020, kita utang lagi sebesar USD2,5 miliar dengan cara yang sama. Ini kan artinya gali lobang tutup lobang. Dari utang ke utang,” terangnya.

Sementara, tutur Mulyanto, proyeksi penerimaan negara di tahun 2020 (sesuai RKAB) hanya sebesar USD650 juta (kurang dari sepertiga penerimaan negara sebelum akuisisi).

“Realisasi selama Januari-Mei 2020 penerimaan negara hanya sebesar USD117 juta. Juga tidak ada penerimaan dividen di tahun 2020”, ucapnya.

Dua tahun berturut-turut, lanjut Mulyanto, tahun 2019 dan 2020, setelah akuisisi 51% saham PTFI (di akhir 2018), penerimaan negara terus merosot tajam menjadi hampir dari seperempatnya, sementara untuk membeli PTFI kita utang. Untuk bayar cicilan utang pun kita utang lagi.

Sebagai wakil rakyat, dia mengaku prihatin dengan kondisi ini. Untuk itu dia minta Dirut Inalum, selaku pejabat yang bertanggungjawab atas masalah ini dapat menjelaskan kondisi perusahaan secara objektif, dengan menampilkan data-data akurat yang diperlukan.

“Ini yang bikin Anggota Komisi VII marah, apalagi jawaban-jawaban dari Dirut Inalum itu terkesan ‘ngeyel’ tanpa data”, tandas Mulyanto.

Harusnya, imbuh Mulyanto, sesuai tata tertib, mitra mendengarkan dahulu dengan seksama apa yang disampaikan para anggota, baru setelah itu dijawab secara tuntas. Bila belum bisa menjawab tuntas dapat disusulkan dengan jawaban tertulis. Bukan dengan cara ‘eyel-eyelan’.

“Sebaiknya Dirut BUMN yang tidak komunikatif seperti ini diganti saja oleh Pemerintah. Sehingga kinerja BUMN yang sebenarnya dapat dikomunikasikan dengan baik kepada para wakil rakyat, agar muncul apresiasi. Bukan cara ‘eyel-eyelan’ tanpa data seperti ini,” pungkas legislator asal Dapil Banten 3 ini. Otn/kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *