Connect with us

NASIONAL

Menkopolhukam Mahfud MD : Penolak Vaksin Covid-19 bisa Dipidanakan

Published

on

KopiPagi | JAKARTA : Program vaksinasi Covid-19 di Indonesia masih menuai pro-kontra. Satu sisi pemerintah mewajibkan program vaksinasi kepada masyarakat. Namun disisi lain, masih ada yang menolak mentah-mentah menjalankan program tersebut.

Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan vaksinasi Covid-19 kepada 181,5 juta penduduk Indonesia bisa rampung sebelum akhir 2021. Maka itu, pemerintah telah memulai program vaksinasi Covid-19 nasional secara gratis sejak Rabu (13/1/2021) kemarin.

Pemerintah bahkan mengancam bagi yang menolak divaksin bakal dikenakan sanksi pidana. Hal ini pula yang sempat menimbulkan pro kontra bebera pihak.

Seoerti penegasan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, bahwa setiap orang yang menolak program vaksinasi Covid-19 dapat dikenakan tindak pidana.

Pada diskusi daring Kagama UGM tentang Vaksinasi Covid-19 pada Sabtu (16/01/2021), Mahfud menjelaskan, dasar tindakan hukum itu, tertuang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP pasal 216, yang mengatur tindak pidana bagi setiap orang yang tidak menuruti ketentuan undang-undang dan pejabat yang menjalankan fungsi undang-undang tersebut.

“Pasal 216 itu kalau pemerintah menentukan kebijakan lalu aparat seperti dokter dan polisi melaksanakan tugasnya untuk melaksanakan kebijakan pemerintah dalam rangka menyelamatkan rakyat dari Covid-19 itu siapa yang melawan, menolak itu bisa ditindak, bisa dipidanakan,” jelas mantan Ketua MK  ini.

Namun. Mahfud menekankan, alasan dikenakan sanksi bukan karena tidak bersedia untuk divaksin Covid-19, tetapi digarisbawahi adalah karena menolak atau menghambat petugas negara yang tengah melaksanakan tugasnya.

“Ada tindak pidananya sendiri, tetapi memang tidak semudah itu,” ujarnya.

Tak hanya itu, Mahfud juga menyatakan bahwa pemerintah dapat memaksa setiap warga negara yang masuk dalam kriteria vaksinasi Covid-19 untuk disuntik vaksin.

Dia beralasan legitimasi pemerintah terkait pemaksaan itu terletak pada usaha perwujudan imunitas kelompok atau herd immunity sebagai salah satu program kesehatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

“Anda boleh merasa tidak mau divaksin, tetapi melanggar hak asasinya orang lain untuk sehat. Maka negara bisa memaksa, tetapi tentu tidak selesai di situ perdebatannya,” ungkap Mahfud.

Dasar pemaksaan oleh negara itu, menurut Mahfud, tertuang di dalam pasal 28 J UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain.

“Kalau anda merasa kesehatan itu hak anda. Hak asasi itu dibatasi dengan UU yang kemudian UU diturunkan lagi dalam kebijakan pemerintah dibatasi dengan UU untuk melindungi hak asasi orang lain,” ujarnya. Otn/Kop.


 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *