Connect with us

REGIONAL

Mafia Tanah Berkeliaran di Kawasan Hutan Konservasi TWA Malino

Published

on

Gowa | KopiPagi : Mafia tanah masih berkeliaran di kawasan hutan konservasi TWA Malino, hal tersebut membuat Ketua Umum Elang Merah, Andi Muh.Ardy atau yang akrab di sapa Dg. Sirua geram, demikian disampaikan Imam dg. Tawang aktivis kabupaten gowa kepada media ini di Malino, Kabupaten Gowa pada Senin, (09/01/2023).

Menurut Imam dg. Tawang, Taman wisata alam adalah wilayah konservasi yang memiliki peruntukan sebagai pariwisata maupun sarana rekreasi yang patut dilindungi dari tangan-tangan ‘jahil’.

Adapun kawasan pelestarian alam yang lain selain taman wisata alam tersebut yakni, Taman Nasional dan Taman Hutan Raya.

Ke tiganya termasuk ke dalam wilayah konservasi yang harus dilindungi, sebab taman wisata alam adalah kawasan hutan konservasi yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi.

“Kegiatan yang dilaksanakan di kawasan ini tidak boleh bertentangan dengan prinsip konservasi dan perlindungan alam yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,” terang Imam dg. Tawang aktivis kabupaten gowa.

Dikatakan Imam, peraturan Hukum konservasi dan perlindungan alam telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang, Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Dalam regulasinya disebutkan, kegiatan tanpa izin dapat dikenakan sanksi pidana tiga tahun penjara dan denda Rp3 miliar,” terangnya.

Sementara pada kesempatan itu, Dg. Sirua Ketum Elang Merah juga memaparkan, kutipan Pasal 109, UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah),” ujar Sirua.

Ditambahkannya, Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, terutama pada Pasal 94 (1), Orang perseorangan yang dengan sengaja: a. menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a; dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

“Demikian juga Pasal 104, Setiap pejabat yang dengan sengaja melakukan pembiaran terjadinya perbuatan pembalakan liar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 17 dan Pasal 19, tetapi tidak menjalankan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah),” tegas Dg. Sirua Ketum Elang Merah.

Lebih jauh Ketum Elang Merah mengatakan, dari peraturan perundangan tersebut, ada segelintir oknum yang diduga kuat telah melakukan pelanggaran Hukum di Kawasan Hutan Konservasi Taman Wisata Alam Malino, Kabupaten Gowa, dan kasusnya saat ini sedang bergulir proses hukumnya di Pengadilan Negeri Kabupaten Gowa.

Dikatakannya, dalam hal ini ada sesuatu yang krusial dan menggelitik, dimana Hakim PN Sungguminasa yang mengadili perkara tersebut memutuskan putusan percobaan kepada terdakwa.

Diterangkan nya lagi, akibat dari putusan tersebut, akhirnya JPU melakukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Makassar.

” Putusan itu sungguh sangat berbeda jauh dengan keadaan pelaku penebangan Pohon Pinus tanpa ijin yang pernah terjadi juga di Malino, tepatnya pada tahun 2019, dimana saat itu pelaku dijatuhi Vonis oleh Hakim dengan Hukuman Penjara 6 bulan, sebagaimana UU No. 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan,” tambahnya.

Adapun perbuatan oknum terdakwa yang bernama H.Karim, diduga kuat telah melakukan aktivitas ilegal di Kawasan Hutan TWA Malino, yakni dengan cara menduduki Kawasan Hutan Konservasi TWA Malino, memotong pohon Pinus dan mengubah bentuk hasil potongan Pinus menjadi sebuah kusen rumah, bahkan transaksi jual beli lahan Kawasan Hutan Konservasi TWA Malino telah dilakukan dengan tehnik modus operandi alas hak.

Dimana hal tersebut menurut Ketum Elang Merah, alas hak berupa Surat Tanah Garapan, sangat bertolak belakang dengan prinsip ketentuan hukumnya, dimana Kawasan Hutan Konservasi TWA Malino berada pada kewenangan Kementerian Kehutanan.

Jadi dikatakannya, yang berhak melakukan atau mengeluarkan legalitas mengenai lahan di Kawasan Hutan Konservasi TWA Malino, seharusnya ada pada Kementerian Kehutanan.

Melihat perkembangan yang terjadi saat ini dan adanya kepincangan hukum atas kejadian tersebut,pihaknya akan melakukan upaya dengan menghimpun dan mengajak para penggiat aktifis untuk ikut mengawasi persoakan tersebut.

“kami akan ajak dan himpun seluruh pegiat aktivis untuk memonitoring persoalan tersebut dan dalam pekan ini, kami akan melakukan aksi damai turun ke jalan, juga ke Instansi terkait termasuk ke Pengadilan Tinggi Makassar untuk menguji kembali hasil Putusan Hakim Pengadilan Negeri Sungguminasa,” terangnya.

Menurutnya, langkah tersebut sesuai dengan apa yang juga dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum, yakni melakukan Upaya Banding ke Pengadilan Tinggi Makassar.

“Tujuannya adalah, bagaimana agar PELAKU dapat di hukum seberat-beratnya, hingga ke depan tidak ada lagi para oknum Mafia Tanah yang berkeliaran di Malino, Kabupaten Gowa ini,” tutup Ketua Umum Elang Merah, Dg. Sirua dengan geram. *Kop.

Pewarta : Zoelnasti.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *