Connect with us

HUKRIM

LAGI, JAKSA AGUNG HENTIKAN 17 PERKARA BERDASARKAN RJ

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana, kembali menghentikan penuntutan sebanyak 17 perkara pidana umum (pidum) berdasarkan keadilan restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

“Sebelumnya terhadap perkara-perkara dilaksanakan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang diikuti langsung Jampidum Fadil Zumhana,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedanan, kepada wartawan di Jakartsa, Selasa (18/10/2022).

Adapun 17 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

1. Tersangka Aqil Arig Hidayat als Agil bin Dumiri dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

2. Tersangka Deei Yulianingsing binti Hananto dari Kejaksaan Negeri Kota Pekalongan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Tersangka Kiswati binti Subani dari Kejaksaan Negeri Blora yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

4. Tersangka Sarini binti Wirosarijani dari Kejaksaan Negeri Blora yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

5. Tersangka Choirul Huda als Hida bin Tukijo dari Kejaksaan Negeri Kota Semarang yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

6. Tersangka Samudi bin Rebin dari Kejaksaan Negeri Rembang yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

7. Tersangka Akhmad Saekhu Dinil Khaqi bin Imam Turmudi dari Kejaksaan Negeri Pemalang yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

8. Tersangka Rizky Adam als Adam bin Bambang Suptiadi dari Kejaksaan Negeri Cimahi yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

9. Tersangka Ridwan Hermawn als Iyang bin E. Kurnia dari Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

10. Tersangka Edo Sutisna als Ucok bin Oyan dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

11. Tersangka Dimas Rizky Prananda dari Kejaksaan Negeri Asahan yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

12. Tersangka Selfi Sonia Ngangalo als Sonis dari Kejaksaan Negeri Halmahera Utara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

13. Tersangka Ridwam Heriyanto dari Kejaksaan Negeri Manokwari yang disangka melanggar Pertama Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Kedua Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

14. Tersangka Robi Hidsyatulloh bin Peni dari Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Timur yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

15. Tetsangka Dirun bin Ksdrni (Alm) dari Kejaksaan Negeri Lampung Barat yang disangka melanggar Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian.

16. Tersangka Dandi Karisms Oktora bin Hermanto dari Kejaksaan Negeri Lampung Selatan yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

17. Tersangka Aziz Nurkolis bin Sawali dari Kejaksaan Negeri Tulang Bawang yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 dan ke-5 KUHP jo. Pasal 53 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– Tersangka belum pernah dihukum;

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun;

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– Pertimbangan sosiologis;

– Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. *Kop.

Pewarta : Syamsuri.

Exit mobile version