Connect with us

BIVEST

Kejaksaan & Himbara Cegah Fraud : Wujudkan Good Corporate Governance

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Kolaborasi antara Kejaksaan RI dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menerapkan sistem deteksi dini (early warning system) mencegah penyalahgunaan kewenangan (Fraud) guna menuju terwujudnya Good Corporate Governance.

Gagasan kolaborasi itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam forum diskusi antara Kejaksaan RI dengan Himbara (terdiri dari Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN) yang dibuka langsung oleh Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan RI, Dr Sunarta SH MH, bertempat di Press Room Kejaksaan Agung Kebayoran, Jakarta Selatan, pekan lalu.

Jamintel Kejaksaan RI, Sunarta, saat membuka forum diskusi Kejaksaan RI dengan Hibara

Dalam pemaparannya, Leonard menyampaikan, Bank sebagai lembaga keuangan melakukan dua kegiatan pokok, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Sebagai tempat perputaran uang, bank memiliki kedudukan yang rentan terhadap penyalahgunaan kewenangan, baik oleh pihak Bank sendiri maupun oleh pihak luar yang memanfaatkan bank sebagai tempat untuk menyembunyikan hasil kejahatannya. Penyalahgunaan kewenangan ini disebut dengan istilah Fraud.

Dalam Peraturan OJK Nomor 39 Tahun 2019 Tentang Penerapan Strategi Anti-Fraud bagi Bank Umum, disebutkan bahwa Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu atau memanipulasi bank, nasabah atau pihak lain yang terjadi di lingkungan bank atau menggunakan sarana bank, sehingga mengakibatkan bank, nasabah atau pihak lain menderita kerugian atau pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam bisnis perbankan, pengawasan untuk mencegah terjadinya kecurangan (fraud) menjadi salah satu fokus utama yang paling dijaga. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator dan pengawas lembaga keuangan, termasuk Bank, pun telah melakukan evaluasi sekaligus memperketat aturan di perbankan agar ruang terjadinya fraud semakin sempit.

Sesuai ketentuan mengenai manajemen risiko, Bank diwajibkan memiliki kebijakan dan prosedur untuk mengelola risiko, termasuk adanya sistem pengendalian intern terhadap pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional pada seluruh jenjang organisasi Bank.

“Pengaturan mengenai pencegahan fraud di industri perbankan telah berlaku sejak tahun 2011 dan terakhir disempurnakan pada POJK No.39/POJK.03/2019 tentang Penerapan Strategi Anti-Fraud,” ujar Leo.

Dia menyebutkan, melalui POJK 39/2019 tersebut, regulator mewajibkan bank untuk untuk menyusun dan menerapkan strategi anti-fraud secara efektif. Penyusunan dan penerapan strategi anti-fraud paling sedikit memuat 4 pilar, yaitu pencegahan, deteksi, investigasi (termasuk pelaporan dan sanksi) dan emantauan, evaluasi serta tindak lanjut.

Lebih lanjut dikatakan Leo, meskipun berbagai kebijakan dan strategi diterapkan secara ketat dan terukur dalam penanganan anti-Fraud, baik oleh Bank maupun OJK, kasus fraud masih saja terjadi.

Pada bulan Agustus 2020, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) yang merupakan organisasi terbesar anti-fraud di level global, merilis Report to the Nations (RTTN) yang mencatat adanya 2.504 kasus fraud dari 125 negara dengan median loss USD 8,300 per bulan,dan terhitung ada 29 kasus fraud di Indonesia.

Kasus yang menonjol adalah pada bulan Oktober 2020 lalu, Mantan Dirut Bank BTN, Maryono ditangkap oleh Kejaksaan Agung atas dugaan menerima gratifikasi dari debitur sebanyak 2 (dua) kali yaitu sejumlah Rp 2,257 miliar dan Rp 870 juta yang ditransfer ke menantunya.

“Ini artinya peristiwa Fraud bisa terjadi dimana saja dan oleh siapa saja, baik itu pegawai pada lini depan (Teller, CS, Loan Service), Kepala Cabang sampai ke jajaran Direksi,” tandasnya.

Menurut Leo, Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum yang mempunyai fungsi utama penuntuta nmempunyai peran vital dalam pencegahan fraud, khususnya di bank milik negara karena berkaitan dengan penyelamatan aset dan kekayaan negara.

Langkah pencegahan dan deteksi dini tindakan fraud yang terindikasi merugikan keuangan negara perlu dijadikan concern dan bahkan digalakkan penguatannya.

“Hal ini dapat dipahami karena ketika fraud sudah terjadi, maka proses penanganannya membutuhkan tenaga, biaya dan waktu yang lebih banyak,” katanya.

Terkait fungsi dari bidang intelijen Kejaksaan RI yaitu, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan melalui fungsi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan terkait seluruh bidang IPOLEKSOSBUDHANKAM, dimana salah satunya di bidang ekonomi dan keuangan, bahwa Perbankan tidak lepas dari kasus pidana, korupsi, dan gugatan.

“Salah satu fungsi intelijen adalah pencegahan, maka strategi pencegahan menjadi hal utama di bidang intelijen guna penyelamatan keuangan negara dan aset serta Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” jelasnya.

Hal ini, kata Leo, sejalan dengan dengan kebijakan Jaksa Agung RI, yaitu 7 program prioritas Kejaksaan RI Tahun 2021 pada poin 1 yakni pendampingan dan pengamanan PEN dalam rangka  percepatan pembangunan nasional, dan poin 6 yakni penanganan perkara korupsi yang berkualitas dan berorientasi penyelamatan keuangan negara.

“Hal ini sejalan pula dengan 7 Perintah  Harian Jaksa Agung RI tahun 2021, yaitu poin (1) dukung penuh kebijakan Pemerintah dalam penanggulangan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, serta poin (3) menciptakan karya-karya yang inovatif dan terintegrasi yang dapat meningkatkan pelayanan publik,” tutur Leo.

Leo menyampaikan, hingga saat ini masih belum optimalnya kepastian perlindungan bank kepada nasabah dan belum adanya sistem informasi tentang sistem deteksi dini (early warning system) serta diperlukan pemahaman yang sama antar Aparat Penegak Hukum dengan pihak Perbankan (khususnya Bank Milik Negara) mengenai strategi pencegahan fraud di Perbankan.

Melihat kondisi awal tersebut, tambah Leo, perlu adanya persamaan persepsi dengan cara membangun sebuah kolaborasi lintas sektor antara aparat penegak hukum yaitu Kejaksaan Agung dengan Himbara (Perhimpunan Bank Milik Negara yang terdiri dari: Bank Mandiri, BRI, BNI dan BTN) dalam jangka pendek serta dapat menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jangka menengah.

“Diharapkan jangka panjang kolaborasi ini akan diperkuat dengan aparat penegak hukum lainnya (Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dan stake holders lainnya,” harap Leo.

Leo menyatakan, tujuan proyek perubahan melalui inovasi dan integrasi dalam bentuk kolaborasi lintas sektoral pencegahan fraud ini akan bermanfaat, antara lain memperkuat sistem Anti Fraud Bank Milik Negara (khususnya dalam pilar pencegahan), penguatan early warning system (sistem peringatan dini) yang lebih cepat, efektif, valid, dan komprehensif dan terciptanya Whole of Government (WoG) di antara para penegak hukum dalam rangka pencegahan tindakan Fraud di bank milik negara  yang holistik, akurat dan sistematis dalam penyelamatan aset dan kekayaan negara.

“Serta mewujudkan Good Coporate Governance yang pada akhirnya adanya kepastian dan perlindungan bagi bank dan nasabah serta zero fraud,” tandas Leo.

Dalam diskusi itu Leo juga menyampaikan, intelijen Kejaksaan sebagai first trigger untuk melakukan kolaborasi sistem pencegahan ini mengingat prinsip Dominus Litis dimana Kejaksaan merupakan lembaga Pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang yang dilaksanakan secara independen sesuai Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI.

Kejaksaan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya memiliki bidang teknis yang mampu memberikan kontribusi aktif antara lain bidang intelijen, bidang pidana umum, bidang pidana khusus, serta bidang perdata dan tata usaha negara.

“Kejaksaan RI dari pusat sampai daerah sudah memiliki pengalaman dan kemampuan selama ini dalam melakukan pengawalan dan pendampingan terhadap proyek-proyek strategis Negara /pemerintah maupun di tingkat provinsi dan kabupaten,” jelas Leo.

Sementara itu Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Agus Dwi Handaya, mengatakan, kolaborasi ekosistem ekonomi dengan ekosistem aparat penegak hukum menjadi momentum yang baik.

Agus Dwi Handaya mengaku pihaknya sangat terbantu sekali, sebab tindakan pencegahan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri.

Katanya, fraud yang terjadi merupakan dampak dari ekosistem yang jika tidak kolaborasi akan sulit sekali ditangani. Adanya penguatan sistem deteksi dini (early warning system) untuk memperkuat tindakan pencegahan.

Sedangkan Direktur Human Capital dan Kepatuhan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Bob Tyasika Ananta, mengapresiasi inovasi yang disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak.

“Sangat bagus dan siap mendukung penuh,” katanya.

Dia mengaku, pihaknya sangat terbantu dengan adanya ide tersebut serta meminta penguatan sistem deteksi dini (early warning system) untuk dikembangkan ke area-area yang memungkinkan terjadinya fraud.

Sementara Direktur Compliance and Legal PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Eko Waluyo, menyebut ide yang disampaikan Leo sangat bagus. Pihaknya antusias untuk mengimplementasikan ide tersebut.

“Karena berkaitan dengan masalah yang sering terjadi di perbankan serta perlu adanya pertukaran informasi yang komprehensif yang dapat diakses,” ucapnya.

Sedangkan Direktur Kepatuhan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Ahmad Solichin Lutfiyanto, juga mengapresiasi ide yang digagas oleh Kapuspenkum Kejagung untuk berkolaborasi dengan aparat penegak hukum dalam rangka pencegahan fraud di Perbankan.

 “Dan oleh karenanya perlu adanya pemetaan stake hoders yaitu reaktif dan proaktif serta mengubah cara pencegahan kejahatan digital tidak lagi menggunakan metode konvensional,” tandasnya. ***

Pewarta : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *