Connect with us

MARKAS

Jaksa Agung Prasetyo Resmikan Prasasti Patung Dewi Keadilan di Badiklat Kejaksaan RI

Published

on

KopiOnline Jakarta,– Usai menjadi Pembina Upacara memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) ke 26 di lapangan Badan Pendidikan dan Latihan (Badiklat) Kejaksaan RI di Ragunan, Jakarta Selatan, Senin (17/06/2019), Jaksa Agung HM Prasetyo berkesempatan meresmikan prasasti Patung Dewi Keadilan.

Patung Dewi Keadilan yang tengah memegang pedang dan timbangan itu terletak di sudut lapangan upacara Badiklat Kejaksaan RI. “Patung Dewi Keadilan ini persembahan dari PJI untuk Kejaksaan RI,” ujar Setia Untung Arimuladi, Kepala Badan Pendidikan dan Latihan (Kabandiklat) Kejaksaan RI, kepada wartawan di sela-sela acara HUT PJI ke 25 di Ragunan, Jakarta Selatan, Senin (17/06/2019).

Jaksa-Agung-HM-Prasetyo-dan-jajarannya-berpose-di-depan-Patung-Dewi-Keadilan

Menurut Untung, ada lima makna yang tersirat dari Patung Dewi Keadilan itu. Pertama yakni Dewi bermakna sebagai wujud keadilan dilambangkan sosok seorang wanita yang berarti mahluk yang dipenuhi dengan nurani yang luhur, yang secara filosofis mempunyai hati yang halus, sifat yang mencintai keindahan dan kelembutan.

“Hukum tidak perlu ditakuti karena sesungguhnya hukum itu memiliki sifat memelihara dengan nurani kemanusiaan,” jelas Untung.

Lalu makna kedua dari mata yang tertutup adalah dengan mata yang ditutup jelas pandangan mata menjadi gelap dan tidak bisa melihat wujud di depan kita.

Itu artinya hukum adalah tempat dimana keadilan itu dicari karena makna dari mata yang tertutup adalah hukum tidak membedakan siapa yang berbuat.

“Di mata hukum yang tertutup semua orang mempunyai hak yang sama dan diperlakukan sama tanpa ada perbedaan,” kata Untung.

Selanjutnya yang ketiga dilambangkan dengan timbangan yang artinya sebelah tangan dari Dewi yang matanya tertutup ini mengangkat timbangan yang seimbang.

Maknanya adalah hukum tidak pernah memihak. Setiap perbuatan akan ditimbang berat ringannya sebelum hukum dijatuhkan. Tidak ada si kaya dan si miskin atau penguasa dan rakyat kecil.

“Semuanya apabila melakukan perbuatan melawan hukum, akan mendapat perlakuan yang adil sesuai timbangan perbuatan yang dilakukan,” kata mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat itu.

Selanjutnya dilambangkan dengan patung membawa pedang yang ke bawah bukan menggambarkan kalau hukum mengancam ke bawah, tapi filosofi dari lambing ini adalah pedang yang diturunkan bermakna bahwa hukum bukan alat untuk membunuh.

“Pedang akan terhunus  apabila diperlukan sebagai obat terakhir (ultimum remedium) dan tidak dipergunakan sebagai pencegahan awal (premium remedium),” tutup Untung. Syamsuri    

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *