Connect with us

HUKRIM

SEMMI Cabang Abdya : Desak Kejari Bongkar Indikasi Korupsi Tokopika

Published

on

Abdya | KopiPagi : Pengadaan aplikasi toko online “Tokopika” senilai Rp 1,3 milyar di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) Provinsi Aceh, diduga terjadi mark-up harga yang cukup tinggi. Konon, Kejari Abdya yang menangani kasus ini sudah menemukan kerugian Negara Rp 500 juta. Namun anehnya belum ditetapkan tersangkanya.

Menyikapi kasus tersebut, Ketua Umum Pengurus Cabang Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Cabang Abdya. Akmal Al-Qarasie menilai tidak ada alasan bagi Kajari Abdya untuk menetapkan oknum Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Penyedia aplikasi Tokopika sebagai tersangka. Terlebih, kabarnya Kejari Abdya telah memperoleh temuan kerugian negara sejumlah Rp 500 juta.

Selain oknum PPK dan Penyedia aplikasi dijadikan tersangka, kata Akmal, juga meminta dalang di balik pengadaan Tokopika ini juga harus ikut ditangkap dan diperiksa. Siapapun yang terlibat dalam dugaan korupsi ini wajib diperiksa. Pihak Kejari tidak perlu sungkan untuk memanggil dan memeriksanya. Bongkar dan ungkap kasus ini agar gamblang dan terang benderang.

“Kami dari SEMMI Cabang Abdya akan mengawal proses hukumnya. Jadi, Kejari Abdya tidak perlu ragu apalagi takut. Jangan pandang bulu, terlebih tebang pilih. Mau itu pejabat, anak pejabat, pengusaha ataupun masyarakat umum bila terindikasi korupsi wajib diperiksa,” ujar Akmal.

Ketua Cabang SEMMI Abdya, Akmal Al-Qarasie

Akmal mengutarakan bahwa pada Mei 2021 lalu, Kajari Abdya, Nilawati mengatakan telah melakukan ekpose ke tingkat penyidikan terkait kasus dugaan korupsi aplikasi toko online ini (Tokopika). Dari hasil pemeriksaan sementara, Kejari telah menemukan temuan kerugian negara sebesar Rp 500 juta. Namun demikian belum ditetapkan nama-nama sebagai tersangka baik dari pejabat pembuat komitmen (PPK) maupun dari pihak penyedia aplikasi Tokopika..

Menyinggung spanduk yang beredar di pusat kota Blangpidie yang bertuliskan “Copot Kajari Abdya” dengan mengatasnamakan SEMMI, Akmal sebagai ketua Umum membenarkan hal tersebut. Karena di tengah pandemi seperti ini agak sulit untuk turun ke jalan melakukan aksi demontrasi. Hal ini dikhawatirkan terjadi kerumunan massa.

“Hal ini kami lakukan atas dasar Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan,” tandas Akmal, Minggu (26/09/2021).

Lanjut Akmal, penyidikan dalam kasus ini terkesan “digantung”. Maka untuk itu, SEMMI akan surati Kajati Aceh untuk mengevaluasi kinerja Kajari Abdya. Apabila tidak mampu mampu mengungkap kasus ini, lebih baik dicopot.

Sementara tersiar kabar bahwa dalam kasus ini melibatkan anak Sekda Abdya. Maka untuk membuktikan, penyidik kejaksaan didesak sesegera mungkin untuk memanggil dan memeriksa anak pejabat tersebut sehingga tidak terjadi tudingan liar yang beredar.

“Karena bagi saya hukum di Aceh Barat Daya harus menjadi panglima, konsep equality before the law harus ada di intansi penegak hukum kita. Karena setiap kita mempunyai hak yang sama di mata hokum. Hukum tidak memandang bulu, mau itu pejabat, pengusaha, rakyat jelata, bahkan anak Sekda sekalipun kalau memang pengadilan memutuskan mereka bersalah, wajib dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di negri ini,” tutup Akmal. *Asr/Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *