Connect with us

REGIONAL

Nyadran di Padukuhan Ringinsari Maguwoharjo Berlangsung Tafakur & Khidmat

Published

on

JOGJA | KopiPagi : Tradisi Sadranan merupakan suatu tradisi untuk membersikan makam leluhur dan ziarah kubur dengan prosesi tahlilan untuk menyampaikan doa yang dikemas dalam satu bingkai kenduri. Nyadran atau sadranan merupakan salah satu tradisi yang masih lekat dalam kehidupan masyarakat Jawa.

Demikian halnya bagi warga masyarakat di Pedukuhan Ringinsari, Desa Maguwoharjo, Kapanewon Depok Kabaupaten Sleman, DIY, menggelar Nyadran di Makam Segaran. Bukan hanya warga Ringinsari yang hadir, namun dari beberapa dusun dan padukuhan turut hadir menyemarakkan Nyadran. Terlebih bagi mereka yang punya leluhur atau pepunden yang semare di makam Segaran.

Nyadran di Padukuhan Ringinsari dilaksanakan rutin setiap tahun pada bulan Ruwah (kalender Jawa) atau Syahban (kalender Hijriyah) menjelang bulan suci Ramadhan. Nyadran kali ini yang digelar, baru-baru ini dihadiri puluhan bahkan setarus lebih warga dari beberapa dusun dan padukuhan.

Menurut panitia penyelenggara yang juga mantan RW di Ringinsari, Suparmin bahwa Nyadran dilaksanakan di Makam Segaran dimaksudkan untuk nguri-nguri tradisi dan budaya yang Adiluhung warisan para leluhur. Pada serangkaian prosesi Nyandran, selaian untuk mendoakan leluhur yang dimakamkan di Makam Segaran, juga untuk mempereat tali silahturahmi dan menumbuhkan-kembangkan kegotongroyongan warga masyarakat.

Suasana khidmat Nyadran di Pedukuhan Rininsari.. Ist.

Tradisi Nyadran, kata Suparmin, berdasarkan sejarahnya merupakan suatu akulturasi budaya Jawa dengan Islam. Nyadran itu sendiri berasal dari bahasa Sanskerta “Sraddha” atau Serada atau juga Seradaan yang artinya keyakinan. Tradisi Nyadran merupakan suatu budaya mendoakan leluhur yang sudah meninggal dan seiring berjalannya waktu mengalami proses perkembangan budaya sehingga menjadi adat dan tradisi yang memuat berbagai macam seni budaya.

Namun demikian, Nyadran di Makam Segaran hanya digelar tahlil dan “Kenduri” dengan pembacaan kalimah dalil dengan mendoakan para leluhur yang dimakamkan di Makam Segaran agar disampuni segala dosanya dan mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT.

Tahlillan dan kenduri, lanjut Suparmin, diikuti para ahli waris dari Padukuhan Sambilegi Lor, Sambilegi Kidul, Karang Ploso, Nanggulan dan Paduhan Ringinsari yang terdiri dari Dusun Kradenan, Ngawen, Gondangan dan Tobong. Tuut pula hadir waga Dusun Modinan. Masing-masing warga yang hadir membawa makanan untuk disantap dan dinikmati bersama-sama.

“Nyadran dijadikan sebagai sarana guna melestrikan budaya gotong royong  dalam masyarakat sekaligus upaya untuk dapat menjaga keharmonisan bertetangga melalui kegiatan kembul bujono atau makan bersama. Dan dihadiri pula para pengurus RT, RW dan tokoh masyarakat,” ujar Parmin.

Berikut Tradisi Nyadran terdiri dari berbagai kegiatan, yakni :

  • Melakukan besik, yaitu pembersihan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan. Dalam Kegiatan ini masyarakat dan antar keluarga saling bekerjasama gotong-royong untuk membersihkan makam leluhur.
  • Kirab, merupakan arak-arakan peserta Nyadran menuju ketempat upacara adat dilangsungkan.
  • Ujub, menyampaikan Ujub atau maksud dari serangkaian upacara adat Nyadran oleh Pemangku Adat.
  • Doa, Pemangku Adat memimpin kegiatan doa bersama yang ditujukan kepada roh leluhur yang sudah meninggal.
  • Kembul Bujono dan Tasyukuran, setelah dilakukan doa bersama kemudian dilanjutkan dengan makan bersama.

Masyarakat menggelar Kembul Bujono atau makan bersama dengan setiap keluarga yang mengikuti kenduri harus membawa makanan sendiri. Makanan yang dibawa berupa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk rempah, prekedel, tempe dan tahu bacem, dan lain sebagainya.

Setelah masyarakat berkumpul dan membawa kendurinya masing-masing, kemudian makanan yang dibawa diletakkan di depan untuk didoakan oleh pemuka agama setempat untuk mendapatkan berkah dan kemudian tukar menukar makanan yang tadi dibawa oleh masyarakat, untuk mengakhiri acara kemudian masyarakat melakukan makan berasama dengan saling bersendau gurau untuk saling mengakrabkan diri.

Tata cara pelaksanaan tradisi nyadran tidak hanya sekedar ziarah ke makam leluhur tetapi juga terdapat nilai-nilai sosial budaya seperti gotong royong, pengorbanan, ekonomi, menjalin silaturahmi, dan saling berbagi antar masyarakat di suatu lingkungan.

Tradisi Nyadran dilakukan dengan kearifan lokal masing-masing sehingga di beberapa tempat terdapat perbedaan-perbedaan dalam prosesi pelaksanaannya. Dalam perjalanannya terdapat pengembangan-pengembangan dalam prosesi Nyadran yakni dengan memasukkan unsur-unsur budaya, salah satunya yakni dengan menampilkan bebagai kesenian khas daerah tersebut sebagai unsur pertunjukan. Nyadran termasuk sebagai salah satu tradisi menjelang datangnya bulan  Ramadan. *Kop.

Pewarta : Rivo Ernezto R Widhaswara.

Editor    : Mastete Martha.

Exit mobile version