Connect with us

HUKRIM

Kejaksaan Agung Hentikan Penuntutan 8 Perkara Pidana Umum Berdasarkan RI 

Published

on

JAKARTAKopiPagi : Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana menyetujui sebanyak 8 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ). 

Adapun 8 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

1. Tersangka Misran alias Imis bin Mukri (Alm) dari Kejari Tabalong yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

2. Tersangka Bujang alias Bujang Bakar bin Bakar (Alm) dari Kejari  Mempawah yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Tersangka Ivo  Maryam alias Ivo dari Kejari Kendari yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

4. Tersangka Muslih  alias Musli bin Muslimin dari Kejari Parepare yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

5. Tersangka Irfan  Efendi SH.i., bin Haji Pattawe dari Kejari Pangkajene Kepulauan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

6. Tersangka Halid  Asiari alias Halid dari Kejari Kabupaten Gorontalo yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

7. Tersangka Arif Subianto bin Sumardi dari Kejari Kabupaten Mojokerto yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Naufal Risaldy Hafizhaedrid bin Isa Efris dari Kejari Surabaya yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– Tersangka belum pernah dihukum;

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun;

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;

-Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– Pertimbangan sosiologis;

– Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana.  *Kop.

Pewarta : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *