Connect with us

HUKRIM

Kejaksaan Agung Bantah Adanya Penganiayaan Mayjen (Pur) Kivlan Zein

Published

on

KopiOnline JAKARTA,– Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah pernyataan Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen, terdakwa perkara kepemilikan senjata api ilegal, yang mengaku mendapatkan penganiayaan oleh tim dokter kejaksaan saat minta berobat ke rumah sakit.

“Tidak pernah ada kejadian pemukulan itu, apalagi ini kan dokter yang sedang melakukan pemeriksaan, tak mungkinlah, ada kode etik dokter juga,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Hari Setiyono, dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (41/01/2020).

Didampingi Direktur Utama Rumah Sakit Umum (RSU) Adhyaksa, Dyah Eko Judihartanti, Hari pun membeberkan kronologis peristiwa yang terjadi pada 2 September 2019 lalu itu.

Saat itu, Kivlan Zein meminta dilakukan pemeriksaan kesehatan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Pusat. Tak lama setelah itu, tim dokter dan medis dari Polri dan Kejaksaan datang, salah satunya Yohan Wennas.

“Usai melakukan pemeriksaan kesehatan, hasil itu dituangkan dalam hasil pemeriksaan kesehatan dan disimpulkan kesehatan yang bersangkutan (Kivlan) tak ada kegawatdaruratan sehingga tak perlu dirujuk ke RS,” ujarnya.

Lantas, terjadilah perdebatan antara dua penasihat hukum Kivlan dengan tim dokter dan medis. Saat itu, tim dokter menyarankan bila hendak melakukan pemeriksaan secara utuh, bisa dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto. Bahkan, bila memang harus dirawat Kivlan bakal dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto.

“Usai itu tim dokter hendak kembali ke RS Adhiyaksa, setelah keluar ruangan dan jalan, ternyata tas dr. Wennas ini tertinggal sehingga balik lagi ke ruang pemeriksaan. Saat masuk itu, dia ketemu dengan tersangka (Kivlan) dan langsung dicabut atau direbut itu catatan dari Wennas,” tuturnya.

Saat itu, Yohan Wennas secara reflek hendak mengambil kembali catatan medis tersebut, saat itu Kivlan justru berteriak kalau dia dipukul. Karena tak ada insiden pemukulan dan Kivlan ogah memberikan catatan medis itu, dr Wennas pun akhirnya pergi meninggalkan ruangan tersebut dan melaporkannya ke atasannya.

“Jadi faktanya seperti itu, tak pernah ada kejadian pemukulan itu, apalagi ini kan dokter yang sedang melakukan pemeriksaan, tak mungkinlah, ada kode etik dokter juga,” ungkapnya.

Dia pun mempertanyakan, mengapa baru saat ini kejadian tersebut diviralkan dan dipermasalahkan yang seolah ada muatan tertentu dari kejadian itu, yang juga terkesan menyudutkan dokter RS Adhiyaksa. Lagipula, bila memang Kivlan mengalami kekerasan sebagaimana klaimnya itu, seharusnya dia melaporkannya ke polisi saat itu juga .

“Faktanya sekali lagi kami sampaikan, tak ada pemukulan dan haknya Pak Kivlan untuk dilakukan pemeriksaaan kesehatan pun sudah terpenuhi. Hari ini kita sampaikan itu, semoga tak ada lagi polemik di masyarakat,” katanya.

Sementara itu Dirut RSU Adhyaksa, Dyah Eko Judihartanti, mengatakan, kejadian tersebut berlangsung pada 2 September 2019 lalu, awalnya pihaknya menerima permintaan pemeriksaan dari Kejati DKI untuk melakukan pemeriksaan terhadap Kivlan Zein. Tim dokter dan medis pun dikerahkan guna melakukan pemeriksaan tersebut. Adapun pemeriksaan dilakukan di rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Pusat.

“Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui apakah yang bersangkutan (Kivlan) perlu dirujuk ke RS atau tidak. Hasil pemeriksaan sementara tim dokter, tak ada kondisi kegawatdaruratan hingga harus dirujuk dan hasil itu sudah diterangkan padanya,” jelasnya.

Setelah itu, surat keterangan itu justru direbut atau diambil paksa oleh Kivlan sehingga dokter yang saat itu membawa surat itu, yakniYohan Wennas reflek mengambil catatan medis itu. Namun, Kivlan tak memberikannya sehingga dokter itu pun pergi meninggalkannya.

“Faktanya begitu dan tak ada kejadian (pemukulan) seperti yang beredar. Dokter yang dituduh melakukan itu merupakan dokter penanggung,” katanya.

Adapun hasil pemeriksaan sementara itu, bebernya, lalu ditindaklanjuti dengan dimasukan ke berita acara resmi dan diserahkan ke pihak Kejaksaan selaku pihak yang meminta pemeriksaan itu dilakukan. Tak lama, Kivlan pun menjalani perawatan di rumah sakit sebagaimana keinginannya.

“Saat kejadian, yang ada di lokasi (saat perebutan catatan medis itu), yakni dr. Wennas, pasiennya (Kivlan), dan dua pengacaranya sehingga ada empat orang,” katanya. Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *