Connect with us

HUKRIM

Jampidum Kejagung, Fadhil Zumhana : Setujui Permohonan RJ Kejari Aceh Besar

Published

on

JAKARTA | KopiPagi: Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Fadil Zumhana, menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ) atas sebuah kasus penganiayaan yang diajukan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari)  Aceh Besar, Basril G SH MH.

Menurut Kajari Aceh Besar, Basril G SH MH, kasus tersebut adalah atas nama tersangka Bakri bin (Alm) Basyah dari yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Selain dari Kejari Aceh Besar, pada waktu bersamaan, Senin (16/10/2023), Jampidum Fadil Zumhana juga menyetujui permohonan RJ 6 perkara lainnya, yakni :

  1. Tersangka M. Yusron alias Yusron bin Kuswari dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
  2. Tersangka Abdulah alias Pak Dul bin Umar dari Kejaksaan Negeri Gayo Lues, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  3. Tersangka Salmianti bin M. Yusuf dari Kejaksaan Negeri Aceh Barat, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
  4. Tersangka Arfan Hidayat Tjan Samey dari Kejaksaan Negeri Fakfak, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  5. Tersangka Arni, S.H., alias Arni anak dari Yonathan dari Kejaksaan Negeri Parepare, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
  6. Tersangka I Ssapaweli alias Dewi binti Kamaruddin dari Kejaksaan Negeri Parepare, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– Tersangka belum pernah dihukum;

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– Pertimbangan sosiologis;

– Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. *Kop.

Editor : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *