Connect with us

HUKRIM

Dari Austria : Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Setujui 5 Permohonan RJ

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Fadil Zumhana, menyetujui 5 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana, dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (24/05/2023), menyebutkan bahwa sebelumnya terhadap kelima berkas perkara itu dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Fadil Zumhana.
Uniknya, gelar perkara (ekspose) secara virtual itu diikuti langsung oleh Jampidum Fadil Zumhana dari Wina, Austria, saat sedang mengikuti pertemuan sesi ke -32 Commission on Crime Prevention and Criminal Justice (CCPCJ) yang berlangsung di Wina, Austria.
Adapun 5 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
1. Tersangka Dheny Rizqi Ramadhan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-5 KUHP jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
2. Tersangka Rifo Hendra Fauzi Pgl Rifo bin Ali Nurmansyah dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP jo. Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian.
3. Tersangka M. Alfi Pgl Alfi bin Yunaldi dari Kejaksaan Negeri Payakumbuh yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
4. Tersangka Iqbal bin Yuyun (alm) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
5. Tersangka Adhitia Yogaswara bin Sofyan dari Kejaksaan Negeri Cimahi yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
– Pertimbangan sosiologis;
– Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil. *Kop.
Pewarta: Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *