Connect with us

HUKRIM

Kejagung Hentikan 18 Perkara Pidana Umum Berdasarkan Restoratif Justice

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana menyetujui sebanyak 18 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (08/02/2023), mengatakan, adapun 18 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

  1. Tersangka Noor Ali bin (alm.) Rasjiman dari Kejari Jakarta Timur yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
  2. Tersangka Dymas Wahyu Srtiawa dari Kejari Jember yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  3. Tersangka Imam Syafii bin Mahmud dari Kejari Kabupaten Probolinggo yang disangka melanggar Pasal 311 Ayat (3) atau Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  4. Tersangka Arfan Wongdo bin Amie dari Kejari Kota Mojokerto yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  5. Tersangka Joni Wahyudi bin Nihrawi dari Kejari Sumenep yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  6. Tersangka Aisyah Amini binti Seotiyanto dari Kejari Surabaya yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  7. Tersangka Andika Rahmatulah dari Kejari Surabaya yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
  8. Tersangka Muhsmmad Khidir Fahdlsn bin Soeparno dari Kejari Surabaya yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  9. Tersangka Pamuji bin Musni (alm.) dari Kejari Surabaya yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  10. Tersangka Tesslonika dari Kejari Surabaya yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  11. Tersangka Jumini binti Jarin dari Kejari Tuban yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
  12. Tersangka Ardiyani bin Zaini dari Kejari Kapuas yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Penganiayaan.
  13. Tersangka Toni anak dari Tuhit dari Kejari Kapuas yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
  14. Tersangka Supri bin Nuardi dari Kejari Murung Raya yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  15. Tersangka Purwanti Raoalawa dari Kejari Kotamobagu yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  16. Tersangka Marlin Manorek dari Kejari Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
  17. Tersangka Fanny Alvisn Makalew dari Kejari Minahasa yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  18. Tersangka Rivo Msramis alias Ivo dari Kejari Minahasa yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang dan Pasal 170 Ayat (1) KUHP.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– Tersangka belum pernah dihukum;

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun;

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– Pertimbangan sosiologis;

– Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. *Kop

Pewarta: Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *