Connect with us

LIFE

Dr Tirta Mandira Hudhi : Tidak Ada Obat yang Langsung Bisa Membunuh Virus Corona

Published

on

KopiPagi JAKARTA : dr Tirta Mandira Hudhi menegaskan tidak ada obat yang langsung bisa membunuh Covid-19. Sementara cara pencegahannya dengan edukasi protokol kesehatan. Namun, orang yang antibodi nya kuat bisa mengalahkan Corona viris Disease 2019 (Covid-19).

“Kita tahu cara mencegah Covid-19 dengan edukasi protokol masker, cuci tangan, jaga jarak. Padahal poin pentingnya untuk mengalahkan Covid-19 butuh antibodi yang kuat,” ujar dr Tirta lewat Youtube Deddy Corbuzier podcast yang berjudul Di belakang JRX dan Rapid Test Palsu. Dr Tirta Bongkar semua, dilihat Jumat (03/10/2020).

Dia memaparkan, bahwa antibodi yang kuat terbangun dari protein. Dari protein jadi nutrisi. Gimana orang bisa menjaga antibodi kalau dia tidak bisa makan

Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) ini mengungkapkan, di lapangan dirinya bertemu langsung orang yang sudah tidak bisa makan.

“Pada posisi di bulan Maret orang bisa berteriak masker. Bulan September kenapa orang sudah tidak percaya Covid? Yang disalahkan rakyat. Tapi mereka tidak pernah turun langsung menanyakan ke rakyat kenapa melanggar protokol kesehatan,” tuturnya.

Menurutnya, Kita sudah telat dari awal. Sayangnya statemen ini tidak pernah ada. Dalam 7 bulan kita hanya mengedukasi masyarakat dengan 3 M.

“Tetapi masalahnya orang yang kelaparan solusinya diapakan. Orang pakai masker jaga jarak sementara di Bali mau makan apa?” tanya Tirta.

Orang-orang yang di atas, sambungnya, tidak mengerti di lapangan seperti apa. Mereka merasa dia sudah patuh untuk mengedukasi masyarakat dari Maret sampai Mei.

“Pada Juni-Juli aku stagnan tidak tahu mau ngapain dan aku berteriak. Di medsos orang tidak pakai masker diviralkan tapi tidak pernah tanya mengapa orang tidak pakai masker. Semestinya simple orang tidak pakai masker cukup diingatkan jangan terlalu ekstrim,” ucapnya.

Dokter Tirta menyinggung perubahan orientasi tes cepat atau rapid test. Pada awal-awal kasus Covid-19, rapid test dipakai untuk screening tapi sekarang kok malah dijadikan syarat administratif untuk mengurus keperluan semacam SKCK.

“Kalau rapid test dinyatakan tes Covid sebagai syarat diperjalanan, syarat masuk kantor, syarat transportasi, sampai syarat kuliah. Dengan modal surat keterangan sehat Covid-19 dari rapid test itu, Dapat surat keterangan sehat berlaku 14 hari. Dan bisa jalan-jalan ke mana-mana menjadi surat sakti. Ada tulisannya anda dinyatakan non reaktif Covid berlaku selama 14 hari,” tuturnya.

Logikanya, lanjut Tirta, kalau dia punya surat itu habis rapid test saya berada di kerumunan lalu kena maka daya auto negatif karena ada surat sakti. “Ini yang menjadi pertanyaan kenapa ada surat itu. Kalau rapid test menjadi screening itu boleh bukan good standar memastikan terkena Covid atau tidak,” tukasnya.

Dia mempertanyakan kenapa ada sebagian opini yang menyatakan seperti SKCK baru. Padahal Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan soal rapid test palsu semua baik itu positif atau negatif.

“Sudah menyatakan rapid test jangan dijadikan sebagai patokan diagnosis. Karena negatifnya tinggi. Artinya orang yang reaktif belum tentu negatif begitu sebaliknya,” kata pemilik nama lengkap Tirta Mandira Hudhi ini

Dr Tirta juga mengaku sudah keluar dari tim relawan gugus tugas penanganan Covid-19. “Tapi saya tetap bersuara tentang kesehatan dan Covid Even tidak dipos langsung sama relawan,” katanya. Otn/Kop