Connect with us

HUKRIM

12 Perkara Pidum di Kejati Sumut Dihentikan Penuntutannya Berdasarkan RJ

Published

on

MEDAN | KopiPagi : Sebanyak 12 perkara pidana umum Pidum) di lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) dihentikan penuntutan perkaranya berdasarkan keadilan restoratif atau restoratif justice (RJ) yakni penyelesaian perkara secara damai di luar persidangan pengadilan.

Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sumut, Arief Zahrulyani, membenarkan hal itu ketika dihubungi koranpagionline.com di kantornya, Kamis (23/03/2022).

“Setelah dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), bapak Fadil Zumhana, menyetujui sebanyak 12 perkara yang dimohonkan RJ oleh sejumlah kejaksaan di lingkungan Kejati Sumut,” ujar Arief Zahrulyani.

Arief Zahrulyani menjelaskan, gelar perkara (ekspose) dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh Jampidum Kejagung, Dr Fadil Zumhana SH MH, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda), Agnes Triani SH MH, Direktur Tindak Pidana terhadap Keamanan Negara, Ketertiban Umum dan Tindak Pidana Umum Lainnya, Yudi Handono, SH MH. Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumut, Idianto, Wakajati Sumut, Edyward Kaban, Aspidum Kejati Sumut, Arief Zahrulyani serta para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) yang mengajukan permohonan restorative justice (RJ).

Adapun 12 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:

  1. Tersangka Sucipto dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat yang disangkakan melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
  2. Tersangka Wahyu Arel Budiman Zamili dari Kejari Nias Selatan yang disangkakan melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
  3. Tersangka Muniarti dari Kejari Tapanuli Selatan yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  4. Tersangka I Justan Effendi Harahap dan Tersangka II Adi Gunawan Harahap dari Kejari Padang Lawas Utara (Paluta) yang disangkakan melanggar Pasal 406 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Perusakan.
  5. Tersangka I Gandaria Siringo-ringo dan Tersangka II Dedi Hendra Lumbanraja dari Kejari Samosir yang disangkakan melanggar Pasal Pasal 406 Ayat (1) KUHP  jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Perusakan.
  6. Tersangka Fauzi dari Kejari Simalungun yang disangkakan melanggar Pasal 111 UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 107 huruf d UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
  7. Tersangka Lanjut Butar Butar dari Kejari Simalungun yang disangkakan melanggar Pasal 111 UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 107 huruf d UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
  8. Tersangka Nurlela Purba dari Kejari Simalungun yang disangkakan melanggar Pasal 111 UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 107 huruf d UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
  9. Tersangka I Rina dan Tersangka II Ismawati dari Kejari Simalungun yang disangkakan melanggar Pasal 111 UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 107 huruf d UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

  10.Tersangka Sarwedi dari Kejari Simalungun yang disangkakan melanggar Pasal 111 UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 107 huruf d UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

  1. Tersangka Sutra Purnama dari Kejari Simalungun yang disangkakan melanggar Pasal 111 UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 107 huruf d UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
  2. Tersangka Suparni Harahap dari Kejari Simalungun yang disangkakan melanggar Pasal 111 UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 107 huruf d UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini, antara lain:

  • Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum.
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan danintimidasi.
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
  • Pertimbangan sosiologis.
  • Masyarakat merespon positif.

Arief Zahrulyani mengatakan, selanjutnya Jampidum Kejagung Fadil Zumhana memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal ini sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Kejagung Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagai perwujudan kepastian hukum,” tutur Arief Zahrulyani. ***

Pewarta : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version