Connect with us

HUKRIM

Lagi : 15 Perkara Dihentikan Penuntutannya Berdasarkan Restorative Justice

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Sebanyak 15 perkara pidana umum (pidum) dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif atau Restoratif Justice (RJ). Penghentian ini disetujui Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana.

“Sebelumnya, terhadap perkara itu dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Fadil Zumhana,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Rabu (19/10/2022).

Adapun 15 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

  1. Tersangka Achmad Agustian bin Waras dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri yang disangka melanggar Pasal 362 jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP tentang Pencurian.

2.Tersangka Johar Efendi bin Poniren dari Kejaksaan Negeri Blitar yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

  1. Tersangka Yosafat Daniel bin Robert dari Kejaksaan Negeri Bojonegoro yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  2. Tersangka Dedi Prasetyo als Ded bin Parminto dari Kejaksaan Negeri Blitar yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
  3. Tersangka Habibi alias Abong bin Uwes dari Kejaksaan Negeri Cilegon yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
  4. Tersangka Sodikin bin Hatib (alm) dari Kejaksaan Negeri Cilegon yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  5. Tersangka Nyu Hadianto bin (alm) Suryono dari Kejaksaan Negeri Cilegon yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
  6. Tersangka Supandi bin Armin dari Kejaksaan Negeri Cilegon yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
  7. Tersangka Reno Manggala Saputra bin Rudi Hartono dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Selatan yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 76 C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
  8. Tersangka Sri Elfirawati Djakaria alias Elfiria dari Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan atau Pasal 372 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang Penggelapan.
  9. Tersangka Argorius Karlino Tani alias Argo dari Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara yang disangka melanggar Pasal 406 ayat (1) KUHP tentang Perusakan.
  10. Tersangka I Misran bin Aran, Tersangka II Bima Satria als Bima bin RAHMADI, Tersangka III Rahe Apriari als Rahe bin Raran, dan Tersangka IV Rizky Dwi Ramadhan als Iki bin Sharjo dari Kejaksaan Negeri Barito Timur yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
  11. Tersangka Vinki Yurlanda bin Yusral dari Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
  12. Tersangka Supandi dari Kejaksaan Negeri Sintang yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  13. Tersangka Rahel Albidan Makmur Maharaja dari Kejaksaan Negeri Siak yang disangka melanggar Pasal 312 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– Tersangka belum pernah dihukum;

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun;

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– Pertimbangan sosiologis;

– Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil. ***

Pewarta : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *