Connect with us

HUKRIM

Jampidum Kejagung Hentikan Penuntutan 5 Perkara Berdasarkan RJ

Published

on

JAKARTA KopiPagi : Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana, menyetujui 5 perkara pidana umum (pidum) dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

“Sebelumnya, terhadap kelima perkara itu dilaksanakan gelar perkara (Ekspose) secara virtual yang dihadiri langsung bapak Jampidum Fadil Zumhana,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (02/11/2022).

Adapun 5 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

  1. Tersangka Paul Usmany alias Poli dari Kejaksaan Negeri Bitung yang disangka melanggar Pasal 312 atau Pasal 310 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  2. Tersangka Alenandro Rotinsulu dari Kejaksaan Negeri Minahasa yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  3. Tersangka Beleri Momongan dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  4. Tersangka Radiansyah bin Ridani dari Kejaksaan Negeri Tapin yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
  5. Tersangka M. Radika Iqbql als Iqbal bin Ahmad Rijani dari Kejaksaan Negeri Balangan yang disangka melanggar Pasal 363 ayat (2) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– Tersangka belum pernah dihukum;

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun;

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– Pertimbangan sosiologis;

– Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil. *Kop.

Pewarta : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *