Connect with us

HUKRIM

Jampidum : 3 Perkara Narkoba Dihentikan Penuntutannya Berdasarkan RJ

Published

on

JAKARTA | KopiPagi: Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Fadil Zumhana, menyetujui 3 perkara narkoba dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

Kapuspenkum Kejaksaan RI, Ketut Sumedana, Rabu (29/11/2023), menyebutkan, ketiga perkara itu adalah :

1. Tersangka Ricky Arizona Yupantra dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, yang disangka melanggar Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

2. Tersangka Lalu Gigih Rinjani Prana dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, yang disangka melanggar Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

3. Tersangka I Lalu Muhammad Bajuri dan Tersangka II Janwar Hidayat dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, yang disangka melanggar Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Alasan permohonan rehabilitasi terhadap para Tersangka yaitu:

– Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, para Tersangka positif menggunakan narkotika;

– Berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, para Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user);

– Para Tersangka ditangkap atau tertangkap tanpa barang bukti narkotika atau dengan barang bukti yang tidak melebihi jumlah pemakaian 1 hari;

– Berdasarkan hasil asesmen terpadu, para Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika;

– Para Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang;

– Ada surat jaminan para Tersangka menjalani rehabilitasi melalu walinya.

Pada hari yang sama, Jampidum Fadil Zumhana juga menyetujui 6 perkara dihentikan penuntutannya berdasarkan RJ, yaitu :

1. Tersangka Ikhsan Firdana bin Aiyub dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

2. Tersangka Muhammad Nidar bin Alm M. Taeb dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Tersangka Anwar bin Alm Umar dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

4. Tersangka I Agustan bin H. Saibi dan Tersangka II Ali Sholihin bin Agustan dari Kejaksaan Negeri Muara Enim, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP.

5. Tersangka Maulana bin Amir Hamzah dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

6. Tersangka Al-Fazri alias Ari bin Abdulhadi dari Kejaksaan Negeri Karimun, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) dan Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

-:Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. *Kop.

Editor : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version