Connect with us

NASIONAL

Kisruh UMP : Kemnaker Wajibkan Kepala Daerah Patuhi PP Pengupahan  

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akhirnya angkat bicara menyikapi kisruh Upah Mimimum Provinsi (UMP) yang meruncing pasca Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi dan menambah kenaikan UMP DKI menjadi 5,1 persen. Keputusan Anies tersebut menuai polemik di kalangan pengusaha.

Melalui Dirjen PHI dan Jamsos, Indah Anggoro Putri, Kemnaker menegaskan, semua kepala daerah wajib menerapkan aturan turunan UU Cipta Kerja dalam menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2022. Aturan yang dimaksud adalah PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Diketahui, Anies merevisi sendiri peraturan gubernur soal kenaikan UMP dari semula Rp37 ribu menjadi Rp200 ribu, sehingga UMP DKI menjadi Rp4,6 juta.

“Pemerintah konsisten untuk menerapkan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan mewajibkan semua kepala daerah untuk melakukan hal yang sama,” tegas Indahdalam keterangan rilisnya, Jumat (24/12/2021).

Indah mengungkapkan dalam mengawal pelaksanaan pengupahan, Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) wajib memberikan pemahaman kepada pengusaha dan pekerja/buruh bahwa upah minimum (UMP dan UMK) adalah safety net yang diberikan kepada tenaga kerja yang bekerja kurang dari 12 bulan.

Sedangkan, tenaga kerja yang sudah bekerja lebih dari 12 bulan diberlakukan ketentuan struktur dan skala upah.

Indah menyebut ketika terjadi perselisihan mengenai pengupahan, dinas ketenagakerjaan mesti mendorong pihak yang berselisih untuk berdialog secara bipartit maupun tripartit.

“Pemerintah daerah wajib mengedepankan mekanisme tripartit dalam penyelesaian permasalahan terkait ketenagakerjaan,” katanya.

Selain upah minimum, kata dia, saat ini pemerintah harus mendorong implementasi struktur dan skala upah di perusahaan-perusahaan.

“Pemerintah wajib memediasi perusahaan/pemberi kerja untuk segera menyusun dan menetapkan struktur skala upah dan melakukan pembinaan teknis melalui fasilitasi, konsultasi, pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan,” jelas Indah.

Dalam hal pembinaan teknis telah dilakukan secara optimal dan belum membuahkan hasil sesuai yang diharapkan, lanjut Putri, maka dilakukan pengawasan teknis.

Pengawasan teknis meliputi dampak pelaksanaan kewenangan bidang ketenagakerjaan yang sudah diserahkan kepada pemerintah daerah, maka pemerintah melakukan pengawasan teknis melalui reviu, monitoring, dan evaluasi.

Indah menambahkan, jika pengawasan teknis tersebut belum membuahkan hasil, maka dilakukan tahapan teknis selanjutnya berupa pemeriksaan reguler dan/atau pemeriksaan khusus.

“Dari hasil pemeriksaan yang terakhir ini, jika terbukti terdapat kesalahan maka untuk selanjutnya digunakan oleh pemerintah menegakkan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” pungkasnya. *Otn/Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *