Connect with us

HUKRIM

Jampidum Fadil Zumhana Kembali Setujui Penerapan RJ Untuk 6 Perkara

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Dr Fadil Zumhana SH MH, Kembali menyetujui penetapan kebijakan Restoratif Justice (RJ) untuk 6 perkara pidana umum di sejumlah daerah.

“Sebelumnya 6 perkara itu sudah dilakukan gelar perkara (Ekspose) yang dipimpin langsung oleh Jampidum Fadil Zumhana,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangan Persnya di Jakarta, Senin (06//06//2022).

Adapun 6 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:

  1. Tersangka Yohanes Andreas Rimas Gadu Bin Siprianusdari Kejari Manggarai yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  2. Tersangka Muhammad Filsafat dari Kejari Sumba Timur yang disangka melanggar Pasal 5 huruf a Jo. Pasal 44 Ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sub. Pasal 44 Ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
  3. Tersangka Yorhans Maraden Mokoginta Fello alias Hansdari Kejari Kabupaten Kupang yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  4. Tersangka Andy alias Segar anak dari alm. Balang Segar dari Kejari Tarakan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  5. Tersangka Muhammad Nur Kadir alias Nur dari Kejari Minahasa yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  6. Tersangka Jeni Neni Mamahit dari Kejari Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal335 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
  • Tersangka belum pernah dihukum;
  • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan danintimidasi;
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
  • Pertimbangan sosiologis;
  • Masyarakat merespon positif.

Dalam kesempatan ini, JAM-Pidum menyampaikan bahwa proses prapenuntutan dilaksanakan dengan penuh kesungguhan dan harus dipahami benar kasus tersebut. Menurutnya, dengan begitu maka dapat diketahui treatment penyelesaiannya (apakah disetujui untuk penyelesaian melalui restorative justice atau dilimpahkan ke pengadilan).

“ini adalah tujuan saya supaya orang tidak bebas dan tidak teraniaya oleh perilaku kawan-kawan kita. Proses prapenuntutan yang baik akan menimbulkan hasil penuntutan yang baik,” ujar Fadil Zumhana.

Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jam Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. ***

Pewarta : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version