Mantan Menteri Perdagangan periode 2015 - 2016, TL dan CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) sebagai tersangka korupsi impor gula. Ist.
JAKARTA | KopiPagi: Jaksa Agung Burhanuddin melalui Tim Penyidik pada Jaksa Agung Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) bergerak cepat, tegas dan tanpa bulu dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi di Indonesia.
Setelah sebelumnya membongkar dugaan korupsi suap (gratifikasi) yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) sebagai Makelar Kasus (Markus), 3 Hakim di PN Surabaya dan seorang pengacara.
Kini, di bawah komando Jampidsus Febrie Adriansyah, tim penyidik yang bermarkas di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, menetapkan mantan Menteri Perdagangan periode 2015 – 2016, TL dan CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) sebagai tersangka korupsi impor gula yang kerugian negaranya ditaksir mencapai Rp 400 miliar.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, Selasa malam (28/10/2024), di Jakarta,, mengatakan, selanjutnya tersayang TL ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: 50/ F.2/Fd.2/10/2024 tanggal 29 Oktober 2024.
“Sedangkan Tersangka CS ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: 51/ F.2/Fd.2/10/2024 tanggal 29 Oktober 2024,” ujar Harli Siregar.
Kasus posisi dalam perkara ini yaitu:
* Pada 2015 berdasarkan Rapat Koordinasi (Rakor) antar Kementerian tanggal 12 Mei 2015 telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor gula.
Akan tetapi, pada tahun 2015 Menteri Perdagangan Tersangka Tom Limbong (TL) memberikan izin Persetujuan Impor (Pl) gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP);
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, yang diperbolehkan impor GKP adalah BUMN.
Tetapi berdasarkan Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Tersangka TTL dilakukan oleh PT AP dan Impor GKM tersebut tidak melalui Rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri;
* Pada tanggal 28 Desember 2015, dilakukan Rakor Bidang Perekonomian yang dihadiri oleh kementerian di bawah Kemenko Perekonomian.
Salah satu pembahasannya adalah bahwa Indonesia pada tahun 2016 kekurangan GKP sebanyak 200.000 ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional;
* Pada bulan November-Desember 2015, Tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan Staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI di Gedung Equity Tower SCBD sebanyak empat kali.
Pertemuan guna membahas rencana kerja sama impor GKM menjadi GKP antara PT PPI dan delapan perusahaan gula swasta, yang juga atas sepengetahuan dan Direktur Utama PT PPI saat itu.
* Pada bulan Januari 2016, Tersangka TTL menandatangani Surat Penugasan kepada PT PPI yang berisi penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula, melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah GKM impor menjadi GKP sebanyak 300.000 ton.
Selanjutnya, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan gula swasta ditambah satu perusahaan swasta lainnya yaitu PT KTM, meskipun seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung, dan yang dapat melakukan impor tersebut hanya BUMN (PT PPI).
Atas sepengetahuan dan persetujuan Tersangka TTL, Persetujuan Impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta.
Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung.
Selain itu, Persetujuan Impor dari Kementerian Perdagangan diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait.
Kedelapan perusahaan swasta yang mengolah GKM menjadi GKP memiliki izin industri sebagai produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi.
Setelah kedelapan perusahaan swasta tersebut mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 16.000/kg, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi yang sebesar Rp 13.000/kg, dan tidak dilakukan melalui operasi pasar.
Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah GKM sebesar Rp105/kg.
Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai Rp400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara/BUMN (PT PPI).
Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *Kop.