JAKARTA | KopiPagi : Tak cuma penegakan hukum pemberantasan korupsi, kinerja ciamik juga ditunjukkan Jaksa Agung Burhanuddin dengan menerapkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ), yakni mekanisme penyelesaian perkara secara damai di luar pengadilan.
Tidak tanggung -tanggung, kali ini Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jampidum Asep Mulyana menyetujui untuk mengabulkan permohonan RJ untuk 35 perkara pidana umum.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Senin (28/10/2024), mengungkapkan bahwa sebelumnya terhadap perkara-perkara tersebut telah dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual.
“Ekspose itu dihadiri langsung oleh bapak Jampidum Asep Mulyana,” ujar Harli Siregar.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum.
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Pertimbangan sosiologis.
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya Jampidum Asep Nana Mulyana memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. *Kop.