Connect with us

HIBURAN

“Gayeng” : Warga Dusun Sambilegi Lor Maguwo Jogja, Gelar Pentas Seni

Published

on

Para pemain Ketoprak Sambi Budoyo foto bersama seusai pentaskan Putri Sedah Merah. Foto : Mastete.

JOGJA | KopiPagi : Sebagai bangsa yang masih memegang teguh adat dan budaya yang adiluhung warisan para leluhur, menunjukkan jatidiri bangsa Indonesia yang tak lepas dari adat ketimuran, Dan untuk menguri-uri budaya itu, segenap warga Dusun Sambilegi Lor Maguwihatrjo Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta, menggelar pentas seni budaya, Jumat (30/08/2024) malam.

Pentas seni tersebut sebagai puncak acara HUT RI ke 79 dengan menggelar berbagai pentas seni seperti Jatilan alias Kuda Lumping, tari-tarian modern dan tradisional, pencak silat dan pemberian hadiah lomba dan ditutup pagelaran Ketoprak dengan lakon “ Putri Sedah Merah”.

Seperti diketahui, Dongeng rakyat Putri Sedah Merah ini berkisar antara Mas Jolang Putri Sedah Merah yang dikaitkan dengan ceritera sejarah Kesultanan Mataram. Dalam hal ini sudah menunjukkan bahwa pengaruh Islam telah masuk di kerajaan Blambangan pada saat itu. Berikut ini cuplikan kisah Putri Sedah Merah yang tentunya banyak versi namun tak lari dari inti cerita.

Pada saat itu Sultan Mataram sudah berulang kali mencoba untuk menaklukkan Kerajaan Blambangan, akan tetapi selalu mengalami kegagalan. Setelah Panembahan Senopati berhasil menaklukkan Blambangan, namun Sultan Mataram tidak menjadikan Kerajaan Blambangan sebgai daerah jajahannya. Panembahan Senopati sangat kagum akan kegigihan dan kesaktian Panglima Perang bersama para prajuritnya dalam membentengi Kerajaan Blambangan. Demikian pula Sri Sultan juga memuji kebijaksanaan raja Blambangan dalam membina angkatan perangnya. Itulah sebabnya Sultan Mataram tidak menganggap raja Blambangan sebagai taklukkannya, akan tetapi sebagai Sekutunya.

Pada saat Adipati Kinenten dari Pasuruhan mengadakan pemberontakan terhadap Mataram, secara tidak langsung Blambangan memberi bantuan kepada Pasuruhan. Hal itu menyebabkan Sultan Mataram marah serta memerintahkan Mas Jolang dan Ki Juru Martani mengerahkan pasukannya untuk menghukum dan menyerang Blambangan. Untuk mempertahankan kedaulatan kerajaan Blambangan, Prabu Siung laut memerintahkan Patih Jatasura bersama adiknya, yakni Hario Bendung Adipati Asembagus mengerahkan pasukan Blambangan untuk menanggulangi serangan dari pasukan Mataram itu.

Dalam pertempuran yang cukup sengit, pasukan Mataram ternyata kewalahan menghadapi para prajurit Blambangan, bahkan Mas Jolang bersama Ki Juru Martani melarikan diri dari medan pertempuran. Senopati Blambangan yang berusaha mengejar dan menangkap kedua tokoh dari Mataram itu ternyata sia-sia.

Dalam pelarian tersebut, Mas Jolang berhasil menyelinap dan bersembunyi di Tamansari. Di dalam tamansari itu Mas Jolang bertemu dengan Putri Sedah Merah yang akhirnya keduanya saling jatuh cinta, Kendati demikian ulah kesatria Maratam bersama putri Blambangan itu diketahui oleh keluarga istana, yang kemudian mas Jolang ditangkap, namun karena permohonannya Sang putri kepada raja, sehingga Prabu Siung Laut terpaksa merestui pernikahan Mas Jolang dengan putri Sedah Merah.

Dalam pelariannya Ki Juru Martani menuju ke arah Selatan sambil berteriak-teriak dan memanggil-manggil (bhs. Jawa: celuk-celuk), namun tidak ada jawaban, sedang usahanya mencapai Mas Jolang tidak berhasil. Menurut kisahnya, tempat Ki Juru Martani berteriak-teriak memanggil Mas Jolang itu dinamakan Desa Benculuk (sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cluring, Banyuwangi). Sementara itu Patih Jatasura dalam mengejar musuh yang didampingi oleh salah seorang putra raja, yakni Mas Kembar. Untuk menjalankan tugasnya, secara tiba-tiba putra raja itu meninggal dunia. Hal itu menyebabkan Prabu Siung Laut sangat sedih, yang akhirnya terkena sakit ingatan (setengah gila).

Ini hanyalah cuplikan cerita dari kisah Putri Sedah Merah yang dikemas dalam pagelaran Ketoprak yang dibawakan para kelompomk seni Sambi Budoyo yang terdiri para pemain dari Sambilegi Kidul Sambilegi Lord an Dusun Ringinsari Maguwoharjo. Pemainnya para pemuda-pemudi dan para kawula tua muda yang telah lama menggeluti seni budaya Jawa.

Menurut Dukuh Sambilegi, Agus Triyono pagelaran seni budaya ini didukung segenap warga masyarakat RW 53, 54 dan 55 Dusun Sambilegi Lor. Pentas seni ini juga bukan semata melestarikan budaya warisan leluhur, namun digunakan sebagai ajang silahturahmi antar warga guna memupuk rasa guyup rukun, gotong royong dan kesatuan serta persatuan dengan jiwa kepahlawanan para pejuang kemerdekaan.

Lanjut Agus, malam pentas seni pada puncak peringatan HUT RI RI dan Mertidusun ini dilakukan rutin setiap tahun. Bahkan pada hari-hari besar tertentu juga dihelat berbagai seni, semisal 1 Muharam dan lainnya. Para pemuda-pemudi yang tergabung di Karang Taruna juga aktif mengembangkan berbagai seni untuk melestarikan budaya warisan nenek moyang.

Hadir dalam malam puncak HUT RI ke 79 dan pentas seni di antaranya, utusan dari Kalurahan Maguwoharja, Kapanewon Depok, para tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat , RT, RW serta warga masyarakat Dusun Sambilegi Lord an sekitarnya. *Kop.

Editor : Tete Marthadilaga.        

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *