Connect with us

HUKRIM

Fadil Zumhana : Setujui 6 Perkara Dihentikan Penuntutannya Berdasarkan RJ

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana, menyetujui 6 perkara pidana umum (pidum) dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif atau restoratif justice (RJ).

“Sebelum dihentikan, keenam perkara itu dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Fadil Zumhana,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (19/09/2022).

Adapun 6 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

  1. Tersangka Mulawarman bin H. Abdul Rajab Kamto (Alm) dari Kejaksaan Negeri Penajam Paser Utara yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  2. Tersangka Faisal Ramadan alias Meno dari Kejaksaan Negeri Flores Timur yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
  3. Tersangka Fitria Ningsih binti Samani dari Kejaksaan Negeri Pesawaran yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  4. Tersangka Alifia Putri binti Luthfi Bachtiar Alisan alias Kaka dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang disangka melanggar Pasal 362 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian.
  5. Tersangka Heru Susanto alias Mbah bin Dimiyati dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP ke-1 KUHP atau Pasal 406 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman atau Perusakan.
  6. Tersangka Thomas William Hendrata dari Kejaksaan Negeri Bekasi yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– tersangka belum pernah dihukum;

– tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

– tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;

– tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– pertimbangan sosiologis;

– masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. ***

Pewarta : Syamsuri.

Exit mobile version