Connect with us

HUKRIM

Jampidum Asep Mulyana Setujui 10 Perkara Dihentikan Penuntutannya

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Prof Asep Nana Mulyana, menyetujui 10 perkara dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

Jampidum Asep Mulyana menyebutkan bahwa perkara-perkara tersebut telah melalui proses gelar perkara (ekspose).

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, Selasa (02/07/2024), menyebutkan bahwa perkara tersebut adalah:

1.Tersangka Abdillah Nasir dari Kejari Palu.
2.Tersangka Mohammad Fahrul Amir alias Ojo dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3.Tersangka Faozan alias Ozan dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
4.Tersangka Moh. Suhud dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
5.Tersangka La Fahinu bin Harusu dari Kejaksaan Negeri Muna, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
6.Tersangka Dhendy Prabu Perdana bin Sumantri dari Kejaksaan Negeri Bungo, yang disangka melanggar Pertama Pasal 376 KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
7.Tersangka Edy Salim bin Min Kiun dari Kejaksaan Negeri Batam, yang disangka melanggar Pertama Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
8.Tersangka Hasan Basri bin Juheri dari Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) dan Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
9.Tersangka Agus Sikumbang als Agus bin Yahya (Alm) dari Kejaksaan Negeri Tarakan, yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.
10.Tersangka Sumarno als Cokro bin Admo Miran (Alm) dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
  • Tersangka belum pernah dihukum.
  • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
  • Pertimbangan sosiologis.
  • Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Asep Mulyana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

“Hayini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” katanya. *Kop.

Editor : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version