Connect with us

REGIONAL

Luthfi : Kepala Inspektorat Luwu Utara Rangkap Kepala ULP, Aneh…Ada Apa?

Published

on

LUWU UTARA | KopiPagi : Secara berturut-turut dua orang pimpinan ULP di Kabupaten Luwu Utara mundur. Begitu cerita di warung kopi. Jika cerita itu benar, ini tentu aneh. Karena ULP salah satu unit kerja pemda yamg “menggiurkan”. Lantas ditunjuklah Inspektur Daerah Luwu Utara merangkap menjadi Kepala ULP. Bagi sebagian orang, hal ini mungkin dianggap biasa. 

“Tetapi bagi yang paham mengenai ULP sebagai episentrum korupsi di daerah dan Inspektorat sebagai garda terdepan untuk mencegah terjadinya praktik culas dalam pengadaan barang dan jasa, maka rangkap jabatan dari dua lembaga ini, bukan saja aneh, melainkan bisa menjadi malapetaka,” ujar Muchtar Luthfi A Mutty dalam keterangan tertulisanya, Minggu (31/10/2021).

Apalagi, lanjutnya, peraturan dengan tegas menyebutkan bahwa personel yang bertugas di UKPBJ dan unit pelaksana teknis pengadaan barang/jasa, merupakan pegawai tetap di UKPBJ dan bukan pegawai yang bersifat Adhoc dari unit kerja lain di luar UKPBJ.

Pendeknya, bagi yang masih memiliki sedikit saja nurani pemerintahan, penyatuan 2 institusi ini ke dalam 1 tangan sesungguhnya merupakan moral hazard. Kecuali jika penguasanya memang telah kehilangan nurani pemerintahan.

“Dan ketika penguasa telah kehilangan nurani pemerintahan maka di saat bersamaan dia telah kehilangan rasa malu. Itu artinya, pemerintah tidak lagi hadir sebagai rahmat, melainkan menjadi malapetaka bagi rakyat,” kata Mantan Bupati Luwu Utara itu.

Sebagaimana dikabarkan, 429 kepala daerah terjerat kasus korupsi. Demikian disampaikan Nurul Gufron, Wakil Ketua KPK (Maret 2021). Jumlah ini tentu bertambah karena beberapa kepala daerah kembali terjerat kasus yang sama dalam satu bulan terakhir. Sebut saja misalnya,  Bupati Kolaka Timur, Bupati Banjar Negara, Bupati Probolinggo, Bupati Nganjuk, Bupati Muba dan Bupati Kuantan Sengingi.

“Jika ditelisik, korupsi yang menjerat para kepala daerah umumnya terkait dengan tiga hal. Yakni, proses pengadaan barang dan jasa, jual-beli jabatan dan perizinan. Sebagai upaya untuk mencegah praktek culas itu, maka Inpektorat daerah diperluas kewenangannya,” bebernya.

Perluasan kewenangan itu tidak lain dimaksudkan agar dapat mencegah praktek-praktek korupsi. Terutama dalam proses pengadaan barang dan jasa yang selama ini menjadi sarang praktek culas di lingkup pemda.

”Bukankah hampir semua kasus korupsi di daerah episentrumnya ada di ULP? Maka menjadi aneh kemudian, jika kepala Inspektorat merangkap kepala ULP,” cetusnya.

“Selain karena Inspektorat harus menjadi garda terdepan dalam mengawal transparasi dan kejujuran dalam proses tender, juga karena pengaduan atau sanggahan atas dugaan praktek culas, antara lain ditujukan kapada dan harus ditangani Inspektorat,” pungkas  Staf Kusus Wapres Jaman SBY ini. *Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *