Connect with us

HUKRIM

Keadilan Restoratif : Kejagung Hentikan Penunntutan 13 Perkara Pidum

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menghentikan penuntutan sebanyak 13 perkara pidana umum (Pidum) yang berasal dari 9 kantor kejaksaan negeri (Kejari) di sejumlah daerah di Indonesia.

“Penghentian penuntutan itu dilaksanakan berdasarkan keadilan restoratif atau restoratif justice (RJ),” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta, Senin (07/03/2022).

Sumedana mengatakan, penghentian itu dilakukan setelah Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Dr Fadil Zumhana SH MH, menyetujui hasil gelar perkara (ekspose) sembilan kantor kejari yang mengajukan permohonan penghentian penuntutan perkara pidana umum (Pidum) berdasarkan keadilan restoratif atau restoratif justice (RJ).

“Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh Jampidum Kejagung RI, Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Oharda, Agnes Triani, Koordinator pada Jampidum Kejagung, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Maluku dan para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) yang mengajukan permohonan RJ,” jelas Sumedana.

Adapun 13 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif atau restoratif justice (RJ) adalah sebagai berikut:

  1. Tersangka Ramadhan alias Kana bin Nanang (almarhum) dari Cabang Kejaksaan Negeri (Kejari) Kapuas di Palingkau, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  2. Tersangka Siti Mina Ohorela alias Mina dari Kejari Seram Bagian Barat, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  3. Tersangka Mahat bin Darlin dari Kejari Kapuas yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  4. Tersangka Samsul Arifin SPd bin Harun dari Kejari yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  5. Tersangka Aan Puji Utomo bin Kamadi dari Kejari Surabaya yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  6. Tersangka Iskil Jamal bin Holil dari Kejari Surabaya yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  7. Tersangka Dian Putri Kumala binti Mulyono dari Kejari Kabupaten Madiun yang disangka melanggar Pasal 310 ayat (3) Sub pasal 310 ayat (2) UURI No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  8. Tersangka1 Budi Iskandar alias Budi bin (alm) Effendi dan tersangka Ledy Darmawan alias Manjo bin (alm) Rusli Effendi dari Kejari Aceh Tamiang yang disangka melanggar Pasal 351 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan atau Pengeroyokan.
  9. Tersangka Hermansyah alias Herman bin Ali Nur, tersangka Nurhakim alias dan tersangka Suci Agusriani alias Uci binti Hasan Basri dari Kejari Aceh Tamiang yang disangka melanggar Pasal 351 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan atau Pengeroyokan.
  10. Tersangka Armiadi bin (alm) Rusli dari Kejari Sabang yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  11. Tersangka Pilemon alias Papa Risda dari Kejari Poso yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  12. Tersangka Muhamad Halomoan Harahap dari Kejari Labuhan Batu yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  13. Tersangka Pendi Sianturi dari Kejari Labuhan Batu yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

  • Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum;
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
  • Pertimbangan sosiologis;
  • Masyarakat merespon positif;

 Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, Dr Fadil Zumhana SH MH, mengapresiasi upaya Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari) melakukan upaya perdamaian dan penyelesaian perkara mediasi penal (mediasi di luar pengadilan) antara tersangka dan korban, sehingga tidak perlu sampai ke persidangan.

“Upaya tersebut mempertimbangkan syarat formil dan materiil serta aspek yuridis, sosiologis dan filosofis,” ujat Fadil Zumhana.

Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atau restoratif justice (RJ), jelas Fadil, merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan masyarakat/pihak lain yang terkait, untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

“Dalam penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, perdamaian merupakan syarat mutlak yang tidak bisa diabaikan oleh Jaksa. Tanpa adanya perdamaian yang dilakukan dengan melibatkan keluarga pelaku dan korban serta masyarakat sekitar, maka penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tidak dapat dilakukan,” tutur Fadil. ***

Pewarta : Syamsuri.

Exit mobile version