Connect with us

HUKRIM

Jampidum Fadil Zumhana kabulkan Permohonan RJ Kejari Jakut

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana, akhirnya menyetujui permohonan penghentian penuntutan perkara berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ) dalam perkara penadahan atas nama tersangka Muhammad Romadon bin Hafiz alias Dodon, yang diajukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara (Jakut).

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakut, Atang Pujiyanto, melalui Kasi Intel Kejari Jakut, Aditya Rakatama, ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis (06/04/2023), membenarkan dikabulkannya permohonan RJ atau penyelesaian perkara secara damai di luar persidangan atas nama tersangka M Romadon dalam kasus penadahan, yang diajukan Kejari Jakut.

“Sebelum disetujui, berkas perkara itu dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Kajati DKI Jakarta dan Direktur Oharda pada Jampidum Kejagung,” ujar Aditya Rakatama.

Aditya Rakatama menjelaskan, kasus ini berawal ketika tersangka didatangi oleh Makmur (DPO) yang merupakan teman tersangka, meminta tolong kepada tersangka untuk memberikan uang sejumlah Rp.1.833.000 untuk digunakan dalam membiayai keluarganya yang sedang berada di Rumah Sakit karena mengalami kecelakaan dengan menjaminkan Sepeda Motor milik saksi Hiswan tanpa ijin dari saksi Hiswan.

Selanjutnya atas dasar kemanusiaan, tersangka memberikan uang kepada Makmur sebesar Rp.1.833.000 dengan jaminan sepeda motor Saksi Hiswan.

“Tersangka meminjamkan uang Rp.1.833.000,- kepada Makmur menggunakan uang istri tersangka yang akan digunakan untuk biaya pendidikan anak tersangka pada bulan Juli 2023,” kata Aditya Rakatama.

Menurutnya, proses Restorative Justice yang sedang digencarkan oleh Kejaksaan RI berdasarkan arahan Jaksa Agung ST Burhanuddin adalah sebuah inovasi dan kebijakan humanis berdasarkan hati nurani yang dituangkan melalui Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020.

Dan merupakan perwujudan terhadap prinsip Dominus Litis atau pengendali perkara yang melekat pada Kejaksaan yang tertuang dalam Pasal 139 KUHAP.

“Proses penegakan hukum melalui pendekatan keadilan restoratif merupakan reformasi penegakan hukum yang dapat mengatasi kekakuan hukum positif, bukan saja diamaksudkan untuk menepis anggapan bahwa hukum hanya tajam ke bawah tetapi juga dimaksudkan agar tujuan hukum keadilan dan kemanfaatan hukum dapat segara diwujudkan,” tutur Aditya Rakatama. *Kop.

Pewarta : Syamsuri

Exit mobile version