JAKARTA | KopiPagi : Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo memaparkan berbagai hambatan yang menghalangi pelaksanaan inovasi di daerah.
Hambatan tersebut meliputi keterbatasan anggaran, budaya organisasi, hingga kurangnya hilirisasi inovasi di tingkat pemerintah daerah.
“Tidak ada penghargaan atau intensif, ketidakmampuan menghadapi risiko dan perubahan karena tidak dimitigasi, lalu anggaran jangka pendek dan perencanaan yang tidak sesuai,” ungkap Yusharto dalam sambutannya pada forum yang membahas Urgensi Evaluasi dan Pengukuran Dampak Inovasi untuk Peningkatan Tata Kelola Pemerintahan di Daerah. Kegiatan itu berlangsung di Aula Prof Agus Dwiyanto Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI pada Selasa, 3 Desember 2024.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, keterbatasan anggaran untuk riset dan pengembangan merupakan salah satu faktor utama yang memengaruhi inovasi. “Saat ini, Indonesia hanya mengalokasikan sekitar 0,24 persen dari GDP (Gross Domestic Product) untuk kegiatan inovasi. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan Amerika Serikat yang mencapai 3,4 persen atau China sebesar 2,4 persen,” ujarnya.
Selain itu, budaya organisasi yang kurang mendukung, seperti enggan menutup program yang kurang berhasil atau adanya ketergantungan pada figur tertentu, turut menjadi penghambat. Dia menegaskan, sikap seperti itu dapat menghalangi munculnya perbaikan dan inovasi baru. Padahal, perubahan mindset sangat penting untuk mendorong kreativitas dan inovasi yang berkelanjutan.
“Keengganan untuk menutup program yang gagal. Gagal sekalipun kalau sudah ada program ya sudah jalan saja gitu, sehingga tidak akan ada upaya untuk memperbaiki. Nah ini barangkali mental block yang ada pada sebagian penyelenggara negara yang harus kita coba terabas, sehingga akan memungkinkan orang untuk bisa melakukan inovasi,” tegasnya.
Tidak hanya itu, terkait hambatan dalam pengembangan inovasi, Yusharto juga menggarisbawahi kurangnya hilirisasi inovasi. Meskipun banyak inovasi yang telah dikembangkan, tapi pemanfaatannya masih belum optimal di tingkat daerah. Pemerintah daerah (Pemda) diharapkan dapat menjadi unit utama dalam memanfaatkan hasil inovasi untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.
“Ditengarai sudah banyak inovasi tetapi pemanfaatannya masih kurang. Pemerintah daerah ini diharapkan akan menjadi unit yang akan menggunakan atau mempunyai hilirisasi hasil-hasil inovasi untuk dipergunakan pada berbagai kegiatan pemerintahan,” terangnya.
Dia juga membeberkan sejumlah hambatan inovasi lainnya seperti proses birokrasi yang rumit, keterbatasan kemampuan teknis dan manajerial di tingkat pemerintah daerah, hingga keterbatasan infrastruktur teknologi. “Masih banyak sekali daerah yang berada di blank spot area, lalu kompetensi SDM yang masih terbatas, interoperability dari aplikasi, lalu rentannya isu keamanan data, serta literasi digital masyarakat yang masih cukup rendah,” tambahnya.
Untuk mengatasi hambatan ini, Yusharto mendorong setiap Pemda meningkatkan kepemimpinan visioner, kompetensi sumber daya manusia (SDM), dan kerja sama antar aktor. Kerja sama ini termasuk dengan akademisi, sektor swasta, dan komunitas. Selain itu, budaya inovasi perlu dibangun melalui penerapan proyek-proyek perubahan yang berkelanjutan di lingkungan Pemda.
“Apabila kepemimpinan lalu kompetensi mungkin kurang, ya kita berharap ada kerja sama. Ini juga akan menjadi pendorong untuk melakukan terjadinya inovasi. Faktor yang berikutnya yaitu budaya inovasi,” pungkasnya. *Kop.