Connect with us

NASIONAL

Prof Djo : Wajar 429 Kepala Daerah Kena Kasus Akibat Permainan Cukong

Published

on

KopiPagi | JAKARTA : Pakar Otonomi Daerah, Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, MA mengatakan banyak syarat yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan pemilu secara langsung. Antara lain masyarakat sudah baik pendapatan atau income nya bukan pada masyarakat yang penghasilannya masih rendah yang rentan untuk disuap.

“Mereka mau, karena rata-rata income per kapita masyarakat Indonesia masih sekitar 4000 USD. Biasanya pemilihan secara langsung (one vote one man) itu bisa berhasil jika pendapatan masyarakatnya sudah diatas 6000 USD. Kemudian tingkat pendidikannya sudah SMA ke atas, sementara kita rata-rata masih kelas 2 SMP,” ujar Prof Djo sapaan akrabnya, Minggu (28/02/2021).

Dalam demokrasi pasar bebas, terangnya, calon untuk menang lalu membeli suara. Untuk membeli suara ini uangnya darimana? “Ini yang menjadi persoalan, rata-rata uangnya bukan dari kantong calon atau kandidat tapi uangnya dari uang cukong. Kurang lebih 80 persen cukong menutupi pembiayaan pilkada,” ungkapnya.

Bila sang calon menang, lanjutnya, cukong ingin dikembalikan modalnya dengan meminta proyek infrastruktur, perizinan. Kepala daerah berutang budi lalu memberikan konsensi-konsesi, memberikan izin, proyek-proyek.

“Akibatnya kita tahu dari data yang saya miliki sejak pilkada langsung 1 Juni 2005 sampai pilkada terakhir 9 Desember 2020, dan terakhir dengan penetapan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah sebagai tersangka maka jumlahnya 429 kepala daerah yang kena kasus,” ungkap Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri periode 2010-2014 ini.

Prof Djo menerangkan, kasus pilkada pertama di Kabupaten Kartanegara kedua-duanya terkena kasus, bupati dan wakil bupatinya.  Menurutnya, ini  tragedi pilkada langsung ditengah ketidak siapan masyarakat, ketidaksiapan calon dan partai politik.

“Memangnya partai politik memberi gratis? Mereka minta mahar poltik. Untuk bisa mendapatkan dukungan orang harus bayar mahar poltik. Inilah biaya politik mahal, sebagai upaya beli suara, upaya tim sukses, upaya kampanya lalu upaya selisih hasil perhitungan suara di MK. Itu duit semua, modal untuk pilkada bupati walikota bisa mencapai ratusan miliar. Darimana biaya tersebut dikeluarkan? Karena gaji gubernur itu hanya Rp9 juta, wakil walkota Rp 5 juta,” ucap Presiden i-Otda (institut Otonomi Daerah) ini.

Prof Djo khawatir dengan 100 kepala daerah yang baru dilantik. Bahkan ada yang aneh-aneh ketika dilantik ada kepala daerah yang diborgol tangannya, kemudian diberhentikan pada hari itu. Selain itu ada juga yang sedang dipanggil KPK minta izin untuk ditunda. Maka, Pro Djo menegaskan, UU Pilkada No 10 tahun 2016 harus diperbaiki. “Harus ada komitmen pemerintah untuk memperbaiki. Jika tidak, akan menunggu waktu,” katanya.

Pro Djo mengatakan, cukup wajar jika kepala daerah terkena OTT karena dia harus melakukan korupsi itu untuk membayar cukong yang membiaya pilkada. “Kalau tidak, nanti ditagih sama cukongnya karena sudah membayar biaya pilkada. Itu hokum besinya, ketika anda berutang anda ditagih anda harus bayar,” sebutnya.

Dia mengungkapkan anggaran infrastruktur daerah bisa mencapai triliunan rupiah. Hal itu gampang sekali dilakukan manipulasi-manipulasi. Berbeda ketika kepala daerah mendapatkan WTP karena pembukuan keuangannya bagus. “Kalau korupsi ini tidak ada di pembukuan,” kata Pj Gubernur Riau 2013-2014 ini. Otn/Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version