Connect with us

HUKRIM

Jampidum Kejagung Kabulkan Permohonan RJ Kajari Jakut Atang Pujiyanto

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Fadil Zumhana, mengabulkan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan asas Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ) yang diajukan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Utara (Jakut), Atang Pujiyanto.

Kajari Jakut, Atang Pujiyanto, membenarkan hal itu ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis (22/02/2024). “Iya betul,” katanya.

Atang menjelaskan, adapun perkara itu adalah atas nama Tersangka Puguh Jatmiko bin Suhanda yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP.

“Sebelum dihentikan, terhadap perkara tersebut dilakukan gelar perkara secara virtual,” katanya.

Selain itu, ada 5 perkara lainnya yang disetujui Jampidum Fadil Zumhana untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan RJ.

Kelima perkara itu adalah :

1. Tersangka Gumberi bin Andri (Alm.) dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkatan Jalan.

2. Tersangka Syaiful Hadi dari Kejaksaan Negeri Jembrana, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) KUHP tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Tersangka I Made Rido Prana Cita dari Kejaksaan Negeri Bangli, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

4. Tersangka Manda Ardiansah dari Kejaksaan Negeri Tabanan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

5. Tersangka I Rusli bin Beddu Asse dan Tersangka II Landong bin Made dari Kejaksaan Negeri Soppeng, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

• Tersangka belum pernah dihukum;

• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

• Pertimbangan sosiologis;

• Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. *Kop.

Editor ; Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *