Connect with us

HUKRIM

Jampidum Kejagung Asep Mulyana Setujui Permohonan RJ Kejari Denpasar

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Tindakan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Prof Asep Mulyana, yang mengabulkan sebanyak 28 permohonan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ). Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, Kamis (04/07/2024), di Jakarta, menyebutkan, 28 perkara itu terdiri 21 perkara pidana biasa dan  7 perkara narkoba.

Salah satu perkara yang disetujui permohonan RJ-nya adalah kasus pencurian (pasal 363/362) atas nama tersangka Raka Ardiansyah yang diajukan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Denpasar Agus Setiadi SH MH.

Kronologi bermula saat Tersangka Raka Ardiansyah, melakukan pencurian terhadap 1 unit HP merk OPPO A 15 warna putih dan Tersangka juga mengambil 1 buah kotak HP bertuliskan OPPO A 15 dan 1 buah celengan karbon yang didalamnya berisi uang.

Kejadian itu dilakukan tepatnya di depan rumah kos milik Korban Bernama Sri Wulandari.

Kemudian Tersangka Raka Ardiansyah menjual 1 buah HP merk OPPO A15 warna putih beserta 1 (satu) kotak buah HP bertuliskan OPPO A15 kepada Saksi Ketut Agus Indrawan seharga Rp1.000.000.

Menurut keterangan Tersangka Raka Ardiansyah melakukan perbuatannya dikarenakan untuk kebutuhan sehari-hari keluarga Tersangka.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Agus Setiadi, S.H., M.H. bersama Kasi Pidum I Gede Wiraguna Wiradarma, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Finna Wulandari, S.H., dan Putu Oka Bhismaning, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban.

Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Bali.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Dr. Ketut Sumedena sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Kamis 04 Juli 2024.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 20 dari 21 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

* Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

* Tersangka belum pernah dihukum;

* Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

* Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

* Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

* Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

* Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

* Pertimbangan sosiologis;

* Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum Asep Mulyana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” katanya.

Sedangkan terhadap 7 perkara narkoba, alasan permohonan rehabilitasi terhadap para Tersangka yaitu:

* Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, para Tersangka positif menggunakan narkotika;

* Berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, para Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user);

* Para Tersangka ditangkap atau tertangkap tanpa barang bukti narkotika atau dengan barang bukti yang tidak melebihi jumlah pemakaian 1 hari;

* Berdasarkan hasil asesmen terpadu, para Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau pen yalah guna narkotika;

* Para Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang;

* Ada surat jaminan para Tersangka menjalani rehabilitasi melalui proses hukum dari keluarga atau walinya.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa. *Kop.Editor :KopiPagi.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *