Connect with us

HUKRIM

Jampidum Fadil Zumhana Setujui 5 Perkara Dihentikan Penuntutannya Berdasarkan RJ

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana, menyetujui 5 perkara pidana umum (pidum) dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

“Sebelumnya, terhadap kelima perkara telah dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Fadil Zumhana,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (01/09/2022).

Adapun 5 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

  1. Tersangka Samuel Budiono Bin Kadiran dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
  2. Tersangka Moh. Ainul Yaqin Als Inul Bin Fathor Rosi dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Probolinggo yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (2) jo. Pasal 76 C UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
  3. Tersangka Riska Sari Nastiti dari Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto, yang disangka melanggar Pasal 77 B jo. Pasal 76 B UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 49 huruf (4) jo. Pasal 9 Ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
  4. Tersangka Adit Sri Hariyanto Bin Budi Santoso dari Kejaksaan Negeri Bojonegoro yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP dan Pasal 76 C jo. Pasal 80 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
  5. Tersangka Uci Indah Lestari Binti Hamidi dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– tersangka belum pernah dihukum;

– tetsangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

– tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– pertimbangan sosiologis;

– masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. ***

Pewarta : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version