Connect with us

HUKRIM

Gila Bro!!! : Ternyata, M. Adil Gadaikan Kantor Bupati Meranti ke Bank Rp 100 M

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Bupati Kepulauan Meranti Provinsi Riau, ternyata bukan saja terjerat tiga kasus korupsi pemotongan anggaran, gratifikasi jasa travel umrah dan suap pemeriksa keuangan (BPK). Belakangan sang Bupati juga dikabarkan menggadaikan kantor Bupati Meranti ke Bank Riau Kepri (BRK) Syariah  pada tahun 2022 sebesar Rp 100 miliar.

Muhammad Adil yanag belum lama ini bikin heboh lantara berseteru dengan Kementerian Keuangan, dan mengancam akan angkat senjata dan “hengkang”, diketahui telah menggadaikan aset pemerintahan atau gedung pemerintahan sebesar Rp 100 miliar ke BRL. Gedung yang digadaikan adalah Mes Dinas PUPR dan Kantor Bupati Meranti. Kedok Bupati Kepulauan Meranti non aktif Muhammad Adil, akhirnya terbongkar setelah diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Plt Bupati Kepulauan Meranti, AKBP (Purn) Asmar membenarkan bahwa Adil menggadaikan tanah dan bangunan Kantor Bupati Kepulauan Meranti itu.

“Menurut informasi yang saya dapat demikian (digadaikan Rp100 miliar). Sebab uang itu dalam berita Rp100 miliar,” ujar Asmar seperti dilansir dari detiksumut. Jumat (14/04/2023),

Asmar mengatakan yang digadaikan itu termasuk Kantor hingga tanah halaman. Untuk itu pihaknya akan segera memanggil pihak BRK. Ia akan meminta penjelasan terkait bagaimana bangunan dan tanah tersebut akhirnya bisa menjadi jaminan.

Sementara itu, KPK telah menetapkan M Adil sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Dia bahkan terjerat tiga kasus sekaligus yakni korupsi pemotongan anggaran, gratifikasi jasa travel umrah dan suap pemeriksa keuangan (BPK).

Selain Adil, KPK juga menetapkan FN selaku Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti sekaligus kepala cabang PT TN serta MFA, Auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau sebagai tersangka.

BRK : Sudah Sesuai Aturan

Sementara itu, Pimpinan Cabang Bank Riau Kepri Selatpanjang, Ridwan menjelaskan pinjaman keuangan daerah Pemkab Kepulauan Meranti sebenarnya telah melalui mekanisme dan aturan yang berlaku.

Gagasan pinjaman tersebut juga sudah mendapatkan restu pemerintah pusat melalui rekomendasi Kementerian Dalam Negeri maupun Kementerian Keuangan. Begitu pula mekanisme pinjaman keuangan itu digagas dalam akad kredit. Pemkab Meranti menggunakan pembiayaan akad Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) dengan underlying asset atau aset dasar menjadi penjamin.

Sehingga, diakui Ridwan, aset yang dimaksud bukan Kantor Bupati, melainkan mencakup seluruh bangunan Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kepulauan Meranti.

“Tidak kantor bupati. Yang benar itu bangunan Kantor PUPR,” beber Ridwan kepada wartawan, seperti dikutip Antara, Senin (15/04/2023).

Menurutnya, pinjaman keuangan daerah menjadi langkah yang wajar. Pasalnya sejauh ini, upaya tersebut tidak hanya ditempuh oleh Pemkab Kepulauan Meranti, melainkan juga sejumlah kabupaten dan kota di Riau lainnya.

Demikian juga terhadap plafon batas maksimal biaya kredit yang disetujui Bank Riau Kepri kepada Pemkab Kepulauan Meranti. Karena telah melalui analisis yang cukup panjang berdasarkan kemampuan keuangan.

Menurut Ridwan, semula pinjaman itu diatensikan untuk menutupi persoalan defisit APBD 2022 sebesar Rp 100 milliar. Namun bobot terhadap realisasi belanja tidak mencapai dari target besaran pinjaman yang telah disetujui.

Pasalnya diungkapkan Ridwan, bobot kemampuan pencairan terhadap kegiatan yang diajukan Pemkab Meranti, tidak kurang dari Rp 60 miliar, hingga batas akhir 31 Desember 2022 lalu.

Namun sampai saat ini, seluruh angsuran pokok dan margin atas pinjaman terlapor lancar. Bahkan kebutuhan saat ini tertuang dalam APBD Murni 2023. Sementara untuk kelanjutannya menjadi wewenang pemerintah daerah setempat.

Menanggapi hal itu,Plt Bupati Kepulauan Meranti, AKBP (Purn) Asmar mengakui bahwa perbedaan informasi yang diterimanya dampak dari minimnya koordinasi jauh sebelum ia menjabat sebagai Plt Bupati Kepulauan Meranti.

Atas perbuatannya tersebut, Adil terjerat Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai pemberi, dia juga terjerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. *Ist/Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2024 Koran Pagi Online - koranpagionline.com