LEBAK | KopiPagi : Sengkarut PDAM Kabupaten Lebak, Banten, semakin mengkhawatirkan. Tidak hanya masalah ijin yang tak bisa diperpanjang sehingga mengancam terhentinya produksi, tapi juga adanya dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran menghantui jajaran PDAM maupun stakeholder lainnya di Pemerintahan Daerah (Pemda) Banten.
Munculnya masalah ini ketika pada tahun 2020 PDAM Kabupaten Lebak mendapatkan suntikan dana penyertaan modal dari APBD Banten sebesar Rp 15 miliar.
“Namun, entah dengan alasan apa anggaran itu dipangkas Rp 11 miliar, sehingga anggaran yang diterima PDAM Lebak hanya Rp 4 miliar,” ujar Sekjen MataHukum, Mr Mukhsin Nasir, kepada wartawan, kemarin.
Menurut Mukhsin, tentunya ini akan mempengaruhi program kerja dari PDAM itu sendiri, seperti misalnya untuk memenuhi pelayanan air bersih kepada masyarakat.
“Walaupun demikian PDAM harus tetap mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran dalam pengelolaannya,” ujar Mukhsin.
Ironisnya, tambah Mukhsin, anggaran Rp 4 miliar itupun menyusut hanya menyisakan Rp 2,5 miliar tanpa diketahui kegunaannya untuk apa.
Oleh karena itu Mukhsin Nasir selalu Sekjen MataHukum meminta aparat penegak hukum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Lebak mengusut tuntas “raibnya” dana-dana.
Dia menyatakan bahwa Kejaksaan harus mendalami semua jumlah anggaran itu, baik sisa anggaran Rp 4 milyar yg di PDAM maupun pemotongan Rp 11 miliar oleh Pemda Banten.
“Apa dan bagaimana pertanggungjawabannya,” tandasnya seraya menyebutkan bahwa itu berdasarkan temuan BPK.
Mukhsin menambahkan, sejak kasus ini mencuat ke publik beberapa bulan lalu yang sekarang masih dalam penanganan Kejari Lebak belum ada titik terang, baik itu aliran anggarannya juga belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Lebak. *Kop.