Connect with us

HUKRIM

Jampidum Asep Mulyana : Sering Dipakai Aksi Kejahatan, Waspada Fitur Pseudonim

Published

on

Prof Dr Asep Nana Mulyana SH MM. Ist.

JAKARTA | KopiPagi : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Prof Dr Asep Nana Mulyana SH MM, menginginkan semua pihak untuk mewaspadai fitur Pseudonim yang kerap dimanfaatkan untuk melakukan aksi kejahatan. Demikian dikatakan Jampidum Asep Mulyana dalam sambutannya saat menjadi Keynote Speaker pada Focus Grup Discussion (FGD) di Jakarta, Senin (18/11/2024).

“Hal itu seiring dengan meningkatnya minat masyarakat dunia terhadap aset kripto,” katanya.

Dia menyebutkan, jumlah pengguna yang berinvestasi dalam perdagangan cryptocurrency atau mata uang digital mengalami pertumbuhan pesat termasuk di Indonesia. Indonesia bahkan menempati peringkat ke tujuh negara dengan jumlah investor aset kripto terbesar di dunia seperti laporan Chainalysis sebuah perusahaan asal Amerika Serikat pada The 2023 Global Crypto Adoption Index Top 20.

Menurut Asep hal itu sejalan dengan catatan Badan pengawas perdagangan berjangka komoditi (BAPPEBTI) periode Januari-Juli 2024 jumlah pelanggan aset kripto tembus diangka 20,59 juta dengan nilai transaksi sebesar Rp344,09 Triliun meningkat dari tahun sebelumnya hanya sebesar Rp149,3 Triliun.

Namun, tutur Asep, fenomena ini membawa resiko karena cryptocurrency dengan teknologi blockchain memiliki fitur unik atau keunggulan yang tidak dimiliki aset tradisional lainnya yaitu Keamanan, Transparansi, Desentralisasi dan Pseudonym.

“Dari keempat fitur salah satunya fitur Pseudonim banyak dimanfaatkan dan disukai para pelaku kejahatan dalam menjalankan aksinya. Karena dapat memberikan privasi dan anonimitas kepada pengguna,” katanya dalam FGD bertema “Teknologi Blockchain : Tantangan dan Implementasinya Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia”.

Selain itu, ucap dia, memungkinkan mereka untuk bertransaksi dan berinteraksi dalam jaringan tanpa mengungkapkan identitas asli mereka dan dilakukan tanpa perantara perbankan manapun.

Namun Asep mengakui dalam praktiknya terdapat kendala penanganan aset kripto dalam perkara pidana.

“Karena belum ada aturan khusus mengatur bagaimana memperlakukan sebagai barang bukti yang menjadi aspek fundamental dalam konteks hukum acara, terutama hukum pembuktian.” Ujarnya.

Hal ini, katanya, menjadi tantangan signifikan karena perkembangan pesat teknologi dan penggunaan aset kripto belum sepenuhnya diimbangi regulasi yang jelas di Indonesia.

“Sementara beberapa negara di dunia telah mengambil langkah maju dengan memberlakukan regulasi komprehensif untuk mengatur perlakuan terhadap aset digital dalam sistem hukum mereka,” ucapnya.

Meski demikian, kata dia, Kejaksaan Agung telah menerbitkan dua aturan guna merespons kesenjangan dan kebutuhan hukum yang mendesak sebagai panduan bagi para jaksa serta pejabat terkait mengelola benda sitaan, barang bukti dan barang rampasan yang berbentuk aset kripto.

“Pertama Pedoman Jaksa Agung Nomor 7 Tahun 2023 yang mengatur penanganan aset kripto sebagai barang bukti dalam perkara pidana yang mencakup  seluruh tahapan proses pidana, mulai dari pra-penuntutan, penuntutan, pemeriksaan di persidangan, hingga pelaksanaan putusan pengadilan,” tuturnya.

Kedua, ujarnya, yaitu  Petunjuk Teknis Nomor B-01/E/Ejp/11/2024 Tentang Tata Cara Pembuatan Controlled Crypto Wallet dan Controlled Crypto Address Web3 Wallet Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum.

“Sebagai instrumen hukum yang mengatur tata cara pengelolaan aset kripto dalam perkara pidana, pedoman dan juknis ini sebagai acuan bagi para Jaksa pada tahap penyidikan, pra-penuntutan, penuntutan, pemeriksaan persidangan dan eksekusi,” jelas JAM Pidum.

Dia menuturkan hal yang penting dalam pedoman dan juknis selain barang bukti aset kripto tidak dikonversi ke bentuk mata uang fiat atau rupiah, untuk penyerahan barang bukti aset kripto dan tersangka (tahap dua) dari penyidik kepada jaksa di bawah pengendalian JAM Pidum.

“Tujuannya agar aset kripto dapat dikelola dengan baik, menjamin kepastian hukum dan mencegah potensi penyalahgunaan,” ucapnya seraya menyebutkan sejauh ini dari data satgas asistensi penanganan perkara tindak pidana siber dan bukti elektronik (satgas siber) ada tujuh perkara dari sejumlah satker di kejaksaan telah dan sedang diberikan asistensi oleh satgas ini.

Dua perkara diantaranya, tutur Asep, memiliki barang bukti dalam bentuk asset kripto dan telah dilakukan tahap dua oleh controlled crypto wallet penyidik Mabes Polri kepada controlled crypto wallet Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Kejaksaan Negeri Surabaya.

Adapun aset kripto yang menjadi barang bukti yaitu di Kejari Jakarta Selatan terdiri dari tiga aset dalam bentuk USDT, Worldcoin dan TRX dengan total senilai 168.822 dolar Ameriksa atau setara Rp2,6 Miliar. Sedangkan di Kejari Surabaya terdiri dari 12 jenis asset kripto dengan total senilai Rp. 300 juta.

Semua perkara itu, ungkap Asep, memiliki ciri khas digunakannya aset kripto sebagai alat (instrumental delicti) untuk melakukan tindak pidana maupun sebagai hasil tindak pidana (corpora delicti).

“Antara lain melalui skema phising, investasi bodong, judi online, pendanaan teroris dan pencucian uang (money laundering),” ujarnya.

JAM Pidum dalam FGD yang diselenggarakan di Kantor UNODC Thamarin menyampaikan juga Kejaksaan RI telah memilik terdapat empat jaksa yang tersertifikasi secara profesional oleh Chainalysius  dengan kompetensi tinggi di bidang cryptocurrency.

“Kompetensi ini menjadikan para jaksa tersebut mampu menangani kasus-kasus terkait aset digital dengan keahlian khusus, mendukung upaya penegakan hukum yang lebih efektif dan akuntabel di era digital ini,” ujarnya.

JAM Pidum mengharapkan juga UNODC, Indonesia Blockchain Consulting Group dan berbagai pihak yang hadir dalam FGD bisa memberikan saran dan masukan kepada kejaksaa. *Kop.

Editor : Syamsuri.