Connect with us

REGIONAL

Sepelekan Dinas Lingkup Toba : Pengerukan Tanah di Jalan By Pass Berlanjut

Published

on

KopiPagi | TOBA : Walau Pemerintah Kabupaten Toba, Sumatera Utara melalui Dinas Lingkungan Hidup Toba, Mistar Manurung mengeluarkan surat penghentian pengambilan tanah urug  persis di jalan By Pass Balige, salah satu pengusaha dari Toba masih tetap melanjutkan.

Surat penghentian yang dikeluarkan Dinas Lingkungan Hidup pada 24 Maret 2021 nomor 660/P3K/ DLH/ III/2021 menindaklanjuti LSM LP 3 SU monitoring peninjauan lapangan lokasi pengambilan tanah urug di sekitar jalan By Pass Balige Desa Suhail Hasil Sianipar Balige. Kamis (25/03/2021) tim awak media terlihat masih beroperasi pengurukan tanah dengan memakai 1 unit alat berat.

Ketua LSM LP3SU, Sahala Arfan Saragi menyayangkan sikap pengusaha yang seakan tidak mengindahkan peringatan tersebut. Disebutkan, sebelumnya pemilik lahan inisial LS, telah mengurus surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL) untuk kegiatan pengerukan tanah urug dengan menggunakan alat berat dan akan dipergunakan untuk menimbun tanah miliknya sendiri di Desa Sibolahotang, Balige.

“Bahwa pemilik lahan itu (LS), dia membuat SPPL dan menyatakan bahwa tanah timbun tersebut digunakan untuk menimbun lahan kosong miliknya di Sibolahotang. Di Sibolahotang itu ada dua titik koordinatnya, bersebelahan,” terang Sahala menanggapi melalui seluler, Kamis (25/03/2021) pada tim awak media.

SPPL yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Toba, per tanggal 17 Maret 2021, lanjutnya, selayaknya dapat digunakan sejak tanggal dikeluarkan dan untuk lokasi yang sudah ditentukan, bukan keluar daerah. Kegiatan tersebut bahkan sudah dilakukan sejak tanggal mundur.

“Anehnya, tanah uruk yang digali di Sihail-hail ternyata dibawa ke Silangit menggunakan dump truk besar, sebagian lagi dia bawa ke lokasi yang ditentukan. Menurut SPPL nya itu tidak boleh ke Silangit dan itu sudah berlangsung lebih dari 7 hari. Sebenarnya SPPL nya ini keluar sejak 17 Maret 2021 tetapi tanggal 13 Maret, saudara LS sudah mengambil tanah uruk sebelum dia membuat SPPL. Artinya, sebenarnya sudah bekerja dulu secara illegal,” lanjutnya.

Lebih lanjut Sahala mengakui, sesuai hasil investigasi, sekitar 20 hingga 30 unit truk beroperasi setiap harinya. Setiap unit mengangkut sekitar 15 kubik tanah.

“15 kubik dia bawa, 20 sampai 30 dump truck. Udah berapa itu kerugian PAD Toba? Karena dia harus bayar PAD kan, pajaknya. Lalu kita investigasi dan kita laporkan ke Lindup dan katanya hari ini sudah dihentikan. Kalau dibawa keluar Toba, ke Silangit, itu sudah jelas dia melanggar dari larangan dinas Lindup Toba. SPPL itu punya batasan 40 hari. Siapa yang dirugikan dalam hal tanah uruk ini ke Silangit, ke Taput? Jelas Pemkab Toba karena tidak mendapat PAD,” sebutnya.

Kondisi ini diharapkan mendapat perhatian serius dari pemerintah Kabupaten Toba, khsusnya Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah utamanya peningkatan pendapatan asli daerah.

“Kita minta supaya dihentikan, kan sudah dibilang Kadis Lingkungan Hidup untuk dihentikan dan untuk tidak dibawa ke Silangit. Kalau masih terus dilakukan dan membawa ke Silangit, ya polisi yang harus menangkapnya,” tegasnya.

Terpisah, Kepala Desa Sianipar Sihail-hail Pukka Sianipar, saat ditanya mengenai galian C, mengakui mengetahui kegiatan pengerukan tanah dan membantah sebutan galian C. “Itu bukan galian C, mereka juga sudah mengurus SPPL nya,” jawabnya. ***

Pewarta : Julius P. Siahaan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2024 Koran Pagi Online - koranpagionline.com