Connect with us

LIFE

Program “WarNoSingYes” Digelar Di Makam Syech H Alaudin, Saurip Kadi: Ini Untuk Mengembalikan Etika Politik Yang Santun & Beradab

Published

on

KopiOnline Jakarta,- Program “WarNoSingYes” terus digalakkan oleh Kementerian Koordinator Kementrian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam)  untuk menciptakan suasana “adem” di  tengah hingar bingar politik yang memanas menjelang Pemilu Legislatif dan Pilpres yang digelar serentak pada 17 April 2019.

Setelah sukses menggelar Festival Musik dan Tari yang dilaksananakan di auditorium RRI Jakarta, beberapa waktu lalu,  program  “WarNoSingYes” ini kini digelar di berbagai daerah, dengan format yang yang disesuaikan dengan kondisi daerah, dan dengan merangkul sejumlah tokoh masyarakat adat setempat.

Di antaranya digelar di kompleks makam “keramat” Syech H Alaudin di Desa Mandalahaji, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung dan di kompleks pemakaman Prabu Geusan Ulun (Raja Kerajaan Sumedang Larang) di Dayeuh Luhur, Kabupaten Sumedang, pada tanggal  31 Maret dan 1 April 2019.

Kegiatan ini didukung dan dimeriahkan oleh para tokoh masyarakat adat Sunda dan sejumlah kelompok seni budaya di Jawa Barat. Seperti komunitas Paku Padjadjaran, Paku Sunda dan lainnya. Sejumlah perguruan pencak silat setempat juga terlibat dalam kegiatan ini, di antaranya perguruan pencak silat Gajah Putih.

Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi, Tenaga Ahli Menko Polhukam yang memimpin Program “WarNoSingYes” kepada wartawan, hari ini, mengatakan bahwa kegiatan yang diprakarsai oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan ini bertujuan untuk menciptakan suasana politik dan keamanan yang kondusif di tengah suhu politik yang sedang memanas, dengan pendekatan seni dan budaya.

Kegiatan ini, katanya lagi, sengaja digelar di sejumlah situs bersejarah, agar masyarakat bisa lebih mengenal sejarah bangsa sendiri. Dan sekaligus bisa mengingat kembali ajaran dan perjuangan tokoh-tokoh bangsa sendiri. Seperti Syech H Alaudin yang merupakan tokoh penyebar agama Islam di masa kerajaan Padjadjaran, dan Prabu Geusan Ulun yang merupakan raja kerajaan Sumedang Larang, yang merupakan penerus Kerajaan Padjadjaran.

Selain itu, melalui kegiatan ini pihaknya juga ingin mengingatkan kembali kepada masyarakat luas agar kembali kepada jati diri bangsa dan menerapkan kearifan lokal atau local wisdom dalam kehidupan sosial dan politik.

Kearifan Lokal atau sering disebut Local Wisdom adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.

“Kita saat ini dalam keprihatinan yang mendalam terkait kegiatan sosial politik kita, yang telah meninggalkan kearifan lokal dalam berpolitik, dimana caci maki dan hoax mendominasi dunia politik kita saat ini. Kita harus kembalikan etika politik kita yang santun dan beradab, sesuai dengan kearifan lokal yang telah diajarkan dan dilaksananakan nenek moyang kita,” ujar Saurip Kadi, yang juga mantan Asisten Teritorial (Aster) Kasad.

Dengan beranjangsana ke situs-situs budaya di Nusantara ini, kata Saurip Kadi lagi, kita bisa menggali dan menghidupkan kembali ajaran leluhur yang arif bijaksana.

Apalagi di situs-situs budaya tersebut, tumbuh dan berkembang  masyarakat adat yang masih masih menjaga pola hidup yang seimbang dengan alam semesta

“Kalau sama alam saja bersahabat apalagi dengan  sesama umat manusia pasti akan menjaga kedamaian dan keselarasan serta keharmonisan. Segala sesuatu soalan dapat diselesaikan dengan damai,” tandas Saurip Kadi yang dikenal akrab dengan sejumlah tokoh masyarakat adat di Nusantara.
Saat ini, seperti diketahui, Kemenko Polhukam tengah mengembangkan paradigma baru dalam mengelola politik, hukum dan keamanan, salah satunya dengan pendekatan seni dan budaya.

Menurut Saurip Kadi,  , kegiatan “WarNoSingYes” adalah pola baru untuk mengelola politik, hukum dan keamanan, yang dilakukan dengan penuh kegembiraan.

Karena di jaman ini, politik dan keamanan tidak lagi identik dengan perang senjata. Tapi lebih cenderung perang asimetris, terkait dengan budaya, ideologi dan lainnya.

Melalui kegiatan ini, menurut Saurip Kadi, ingin menunjukkan dan membuktikan bahwa kebhinekaan budaya, agama, suku, ras dan golongan bukanlah sumber malapetaka.

Kebhinekaan dalam bentuk apapun dan dimana pun adalah sebuah keniscayaan.

Karena itulah, kata Saurip Kadi lagi,  melalui kegiatan ini membuktikan bahwa dalam mengelola masalah politik, hukum dan keamanan di tengah kebhinekaan yang ada bisa dilakukan dengan penuh kegembiraan, melalui seni musik dan tari. Sekaligus hal ini bisa mengenalkan kembali masyarakat dengan kearifan lokal kita sendiri. aris/kop

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *