JAKARTA | KopiPagi : Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, Dr Fadil Zumhana SH MH, menyetujui sebanyak 20 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) menyetujui 20 pengajuan Restorative Justice. Keduapuluh perkara itu adalah :
- Tersangka Marten Tumsngkeng dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka I Yopi Toni Tambahani dan Tersangka II Aneke Manurke dari Kejaksaan Negeri Minahasa yang disangka melanggar Pasal 167 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Memasuki Pekarangan Tanpa Izin.
- Tersangka I Ladiks Yamin Alias Dika Tersangka II Rizky Darmawan alias Iki dan Tersangka III Purwanto Soleman alias Anto dari Kejaksaan Negeri Ternate yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Edy Santoso Als EDY bin Syahman dari Kejaksaan Negeri Belitung Timur yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
- Tersangka Yusnaldi bin Alm Razali dari Kejaksaan Negeri Simeulue yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka I Rojian Syahputra S bin Musa S dan Tersangka II Kamilin bin Imon dari Kejaksaan Negeri Aceh Singkil yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Aldo Saputra Als Tole bin Feri Sanovil dari Kejaksaan Negeri Padang yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Nofrizal Pgl Rizal dari Kejaksaan Negeri Padang Panjang yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (4) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
- Tersangka Syarifuddin alias Pudding bin H. Pangka dari Kejaksaan Negeri Sidenreng Rappang yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Angga Tias alias Angga bin Mustamin dari Kejaksaan Negeri Parepare yang disangka melanggar Pasal 362 jo. Pasal 55 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Firman Kamal bin Kamaluddin dari Kejaksaan Negeri Takalar yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Suhandi Gunawan alias Handi dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Adi Ramdani bin Suparno dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Dahlan Namudat dari Kejaksaan Negeri Fakfak yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 80 Ayat (4) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
- Tersangka Hermanudin alias Hermsn dari Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
- Tersangka Ahmad Pinudi alias Rohimat alias Kaping dari Kejaksaan Negeri Prabumulih yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Ahmad Dandrpiya bin Rohmat dan Tersangka II Budi Suryaningtiyas binti Suwarno dari Kejaksaan Negeri Prabumulih yang disangka melanggar Pasal 367 KUHP tentang Pencurian Dalam Keluarga.
- Tersangka Dodu Iskandar bin Tabran dari Kejaksaan Negeri Pagar Alam yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.
- Tersangka Firda Susanti binti Saiman Darta dari Kejaksaan Negeri Prabumulih yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman dan Pasal 406 Ayat (1) KUHP tentang Perusakan.
- Tersangka Jeri Putra Sanjays bin Arie Martindo dari Kejaksaan Negeri Pagar Alam yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
-Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
– Pertimbangan sosiologis;
– Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. *Kop
Pewarta : Syamsuri.