Connect with us

HUKRIM

Indonesia Masih Menjadi Pasar Menggoda Bagi Sindikat Narkoba Internasional 

Published

on

KopiPagi | JAKARTA : Sebagai negara tujuan utama penyelundup narkoba jenis sabu dan ekstasi, Indonesia dinilai para sindikat penyelundup narkoba internasional sebagai  pasar besar yang potensial. Ini karena jumlah pemadat narkoba jenis sabu dan ekstasi di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Selain itu harga jual kedua jenis narkoba tersebut di Indonesia sangat tinggi.  

Di pasaran gelap, narkoba jenis sabu harga 1 gramnya mencapai Rp 1, 5 juta. Dan yang lebih miris lagi,  menurut pengakuan para tersangka narkoba, hukum di Indonesia terhadap para pelaku narkoba sangat ringan dan mudah diatur.

Kristal sabu itu tak hanya berasal dari negara-negara yang  disebut sebagai The Golden Triangle (segitiga emas) dalam dunia hitam penyelundupan narkoba, seperti Thailand, Laos, Kamboja, dan Myanmar.

Sudah banyak catatan kejahatan narkoba jenis sabu dari jaringan narkoba asal Timur Tengah (Iran). Sindikat ini selain menguasai pasar gelap narkoba di kawasan Asia Tenggara,  khususnya  Indonesia.

Jaringan narkoba Iran sebenarnya telah terendus di Indonesia sejak lama. Berdasarkan data Direktorat Reserse Narkoba Bareskrim Polri, sindikat narkoba dari negara Timur Tengah itu mulai beroperasi di Indonesia sejak tahun 2009-Mei 2021. Dalam rentang waktu sebelas tahun 5 bulan ini, setidaknya sebanyak 2.097 ton sabu telah disita oleh aparat.

Bila dikonversi dengan harga dipasaran gelap sabu,  total nilainya sangat fantastis mencapai Rp 3,145 triliun.

Budi Tanjung.

Penyelundupan sabu oleh jaringan sindikat narkoba Timur Tengah pada kurun waktu 2 tahun ini saja, terbesar terjadi pada 22 Mei 2020 di Serang (barang bukti sabu 821 Kg) berikutnya 4 Juni 2020 di Sukabumi (402 Kg) dan pada Mei 2021 di Gunung Sindur Kabupaten Bogor seberat 310 Kg.

Para penyelundup narkoba sabu Timur Tengah asal Iran ini menggunakan cara, melalui jalur laut.

Dengan strategi ship to ship, dari kapal ke kapal di tengah lautan.  Kapal yang membawa narkoba langsung dari Timur Tengah melalui Samudera Hindia dan tujuannya ke  Aceh,  dan ke beberapa wilayah di Pulau Sumatera dengan melewati jalur-jalur tikus.

Dari Aceh barang haram ini pada umumnya dibawa oleh kurir Indonesia ke Pulau Jawa melalui jalan darat, dengan sistim sel terputus.

Jenis narkoba selain sabu yang cukup marak di Indonesia, adalah pil ekstasi atau lebih dikenal dengan sebutan Inex.

Peredaran inex di Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia, umumnya terjadi di tempat hiburan malam.

Dari hasil investigasi INW baru-baru ini,  harga sebutir inex di dalam diskotek di kawasan Kota atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Mabes” alias Mangga Besar,  Jakarta Barat mencapai Rp 650 ribu melalui waiters. Dan Rp 500. 000 langsung dari kaki tangan bandar.

Hari ini Kapolri Jenderal Listyo Sigit merilis keberhasilan Polda Metro Jaya mengungkap penyelundupan narkoba jenis sabu  jaringan sindikat Timur Tengah dengan barang bukti seberat 1,1 ton.  Kristal setan ini disita dari empat lokasi berbeda.

Dari sisi jumlah barang bukti yang berhasil disita kali ini, INW manaruh apresiasi kepada pimpinan Polda Metro Jaya beserta anggota yang bekerja keras di lapangan.

Namun di sisi lain, INW merasa sangat prihatin kenapa barang haram sebanyak itu masih bisa lolos masuk ke Indonesia.

Ini membuktikan bahwa masih lemahnya sistem pengamanan yang sudah ada. Bisa juga karena masih ada oknum-oknum yang berani bekerjasama dengan para sindikat untuk memudahkan proses masuknya barang haram ini ke Indonesia.

Peralatan canggih yang dapat mendeteksi narkoba di seluruh bandara ataupun pelabuhan di Indonesia juga belum sepebuhnya digunakan sebagaimana mestinya. Terbukti, tidak jarang narkoba yang masuk ke sebuah daerah dibawa masuk oleh pelaku melalui bandara atau pelabuhan.

Di samping itu, masih lemahnya penegakan hukum di Indobesia, menjadi salahsatu dari sekian banyak alasan bagi sindikat narkoba memilih Indonesia sebagai pasar paling potensial.

Oleh sebab itu, INW kembali mengingatkan aparat penegak hukum jangan ada lagi yang berkompromi dengan pelaku kejahatan narkoba.

INW mendesak agar Kapolri dan pimpinan lembaga penegak hukum lainnya, untuk lebih serius dan lebih tegas kepada oknum aparatnya yang terlibat dalam kejahatan narkoba maupun yang terlibat dalam praktek kongkalikong proses hukumnya.

Langkah Kapolri Jenderal Listiyo Sigit Prabowo untuk membentuk Kampung Tangguh Narkoba (KTN) di seluruh jajaran Polda se-Indonesia, merupakan langkah yang sangat tepat dan strategis dalam upaya pencegahan peredaran narkoba sejak dini.

Meskipun konsep KTN Kapolri ini nenurut INW terbilang terlambat, namun tidak ada kata terlambat dalam upaya penyelamatan anak bangsa dari bahaya narkoba yang saat ini kondisinya semakin mengkhawatirkan. Kebijakan KTN ini wajib hukumnya didukung oleh semua pihak.

INW menilai bahwa instruksi Kapolri ke seluruh jajarannya untuk membangun KTN, adalah sebuah sinyal kuat pertanda bahwa seluruh wilayah Indonesia sudah dalam kondisi sangat-sangat darurat natkoba.

Bisa dikatakan Indonesia sebagai salahsatu negara di Asia Tenggara yang sudah berstatus zona merah narkoba, kini sudah berubah menjadi hitam.

Oleh karenanya seluruh stake holder, tokoh masyarakat, para orang tua dan kalangan media harus memiliki komitmen yang kuat untuk lebih serius berperang melawan narkoba.

Selama pandemi Covid-19, grafik pengungkapan dan penindakan kejahatan narkoba terus bergerak naik dengan jumlah barang bukti narkoba yang sangat fantastis. Artinya, semakin sempitnya ruang gerak masyarakat, memicu makin tingginya permintaan pasar akan narkoba. Kondisi dan peluang inilah yang dimanfaatkan oleh para sindikat narkoba internasional. Demikian disampaikan Budi Tanjung, Direktur  INW (Indonesia Narcotic Watch). ***

Exit mobile version