Connect with us

MEGAPOLITAN

HMI Komisariat BSI : Penyaluran Sembako KPM di Kota Bekasi Menyimpang

Published

on

KopiPagi Kota BEKASI : Puluhan orang mengatas namakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat BSI, melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bekasi, di Jl. Ir. H. Djuanda, Rabu (225/11/2020) terkait adanya dugaan pelanggaran Pedum Sembako, yang dilakukan oleh Kepala Dinas Sosial Kota Bekasi.

Terkait pembiaran terhadap penyimpangan pelaksanaan penyaluran Sembako terhadap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tersebut, aksi HMI yang berlangsung, Rabu (25/11/2020) pukul 12,00 WIB ini selain menyoroti dugaan penyimpangan Program Kementerian Sosial (Kemensos), yang dimulai sejak 2017 ini, juga menuntut agar Kadis Dinas Sosial Kota Bekasi mundur.

Situasi aksi unjuk rasa di depan Kantor Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bekasi, di Jl. Ir. H. Djuanda

Penyimpangan program ini disinyalir melibatkan Dinas Sosial Kota Bekasi terkait Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial. HMI Komisariat BSI menuding penyaluran bantuan yang dilaksanakan para pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), banyak merugikan KPM lantaran prosesnya KPM tidak memiliki kendali terhadap kebutuhan yang diperlukan.

Padahal, dalam pedomannya, KPM diberikan pilihan dan kendali dalam memenuhi kebutuhan pangan. Akan tetapi praktiknya berlangsung sebaliknya lantaran kebutuhan sudah ditentukan oleh penyedia atau vendor yang diduga dibentuk dan disetujui oleh Dinas Sosial Kota Bekasi.

Menurut informasi, KPM setiap bulannya berhak menerima Rp 200 ribu/bulan dalam bentuk sembako. Sembako bantuan pangan ini dapat ditukarkan di e-Warong atau elektronik Warung Gotong Royong.

e-Warong adalah agen Bank, pedagang atau pihak-pihak yang bekerjasama dengan Bank penyalur dimana pembentukannya mengecualikan BUMN, BUMDes, ASN, Pegawai HIMBARA dan tenaga Bansos Pangan baik perorangan maupun kelompok.

Faktanya, ditemukan sejumlah oknum yang mengintervensi dengan informasi yang sesat tidak sesuai dengan pedoman umum tentang  penyaluran sembako di e-Warong. Kendati sudah dilaporkan, sampai sekarang para oknum tidak mendapatkan sanksi.

Dari informasi yang berhasil dihimpun dilapangan, sebelum melayani KPM, agen Bank dan pedagang yang disetujui sebagai e-Warong terlebih dulu menerima dokumen Perjanjian Kerjasama (PKS) yang diterbitkan Bank Penyalur.

Mirisnya, di Kota Bekasi pembuatan PKS justru dilakukan antara vendor dengan e-Warong sehingga merugikan KPM, karena perjanjian tersebut lebih menguntungkan pihak vendor.

Alhasil, dalam penyaluran BPNT tersebut, KPM harus pasrah menerima sembako yang sudah dipaketkan oleh e-Warong sehingga tidak sesuai standar 6 T yakni, tepat sasaran, tepat harga, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu dan tepat administrasi. Bahkan ada bukti pengarahan serta pemaksaan terhadap KPM agar dana bantuannya diambil di titik dan vendor tertentu. Ada juga e-Warong dan agen atau toko yang diintervensi oleh Dinsos agar mengikuti kemauan Dinsos yang disinyalir bekerjasama dengan vendor.

“Dalam Pedoman Umum Sembako, KPM disebutkan memiliki kendali atas kebutuhannya. Ini justru sebaliknya,” Ungkap advokasi HMI Komisariat BSI, Mahfud Lantuconsina, SH.

Di sisi lain, Dinsos diketahui menjalankan praktek penonaktifan e-Warong tanpa melalui prosedur yang seharusnya sehingga obyektivitasnya diragukan dan cenderung ditunggangi kepentingan pihak tertentu.

Latuconsina menerangkan, penonaktifan e-Warong mestinya menjadi ranah Kemensos bukan Dinsos. Padahal, sesuai Pedoman Umum, tugas Dinsos sudah dijelaskan sebatas mengawasi dan menjalankan agar program sembako  berjalan dengan baik.

“Ini justru vendor saja ditentukan dan dibatasi serta dibagikan wilayahnya dalam distribusi,” Ungkap Latuconsina.

Dengan kondisi ini, HMI Komisariat BSI mencurigai adanya bancakan yang diterima PKH dari vendor yang kebagian proyek.  BJ / Zoel/Kop.

Exit mobile version