Connect with us

LIFE

Curhat Pedagang Ketupat Sayur, Susah Mendapat Pekerjaan Sesuai Ilmu di Sekolah

Published

on

KopiPagi JAKARTA : MATAHARI belum lama memancarkan sinarnya. Sejumlah pedagang kaki lima sudah mulai menggelar dagangan guna menjemput rezeki di pagi hari. Mulai dari tukang ketupat sayur, bubur ayam, ketoprak, mie ayam hingga pedagang minuman berjejer di sepanjang Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat.

Sabtu pagi (25/07/2020), Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyempatkan diri berolahraga di seputaran Menteng. Sembari beristirahat Bamsoet memilih memesan ketupat sayur untuk sarapan. “Sudah berapa lama berjualan ketupat sayur?,” tanya Bamsoet kepada Eka, sang penjualan ketupat sayur.

Eka yang berusia 25 tahun asal Anyer, Banten ini mengaku sudah 13 tahun mengadu nasib di Ibukota. Ia biasa berjualan di kawasan Manggarai. “Saat itu Eka berdagang di Jalan Proklamasi menggantikan bapaknya yang sedang pulang kampung,” kata Bamsoet seperti tayang dalam YouTube Bamsoet Channel.

Eka merupakan lulusan STM jurusan otomotif. Namun, kemampuan yang diperolehnya di bangku STM ternyata tidak cukup untuk bersaing memperoleh pekerjaan di jalur formal. Tadinya ia berharap bisa bekerja di bengkel otomotif usai lulus STM.

Memang, ia sempat bekerja beberapa waktu sebagai waiters pada sebuah tempat karaoke di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Gaji yang diperoleh sekitar Rp 2,7 juta. Hanya sayang kontraknya tidak diperpanjang.

Berusaha mencoba melamar pekerjaan ke beberapa tempat, tidak berhasil. Eka pun kemudian memilih bekerja mengikuti jejak bapaknya, berjualan ketupat sayur. Ia berjualan di Manggarai, Jakarta Selatan. Ilmu yang diperoleh selama di STM tidak bisa diterapkan di dunia kerja.

Ketua MPR RI, Bamsoet mengarkan curhatan pedagang ketupat sayur.

“Memang realitas dunia kerja saat ini, masih banyak para pekerja yang bekerja tidak sesuai dengan ilmu yang di dapat di bangku sekolah atau perguruan tinggi. Ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk mampu membuat kurikulum pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja,” ujar Bamsoet.

Imbas pandemi Covid-19 sangat terasa pada masyarakat lapisan bawah yang bergelut disektor informal. Selama awal pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan di Provinsi DKI Jakarta, Eka tidak bisa berjualan. Ia menganggur selama 3 bulan.

Beruntung setelah new normal diterapkan, Eka sudah bisa berjualan kembali. Tetapi, tetap saja pendapatan yang diperoleh jauh dari sebelum pandemi. Pendapatan kotor hasil berjualan dari pagi hingga sore, hanya berkisar Rp 200 ribu.

Bamsoet mengakui pandemi Covid-19 memberi dampak serius bagi dunia kerja. Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat hingga akhir Mei 2020, tercatat sudah lebih dari 1,75 juta tenaga kerja formal dan informal yang terkena imbas Covid-19.

Bila dirinci, pekerja formal yang dirumahkan dan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 1,43 juta. Pekerja yang di-PHK sebanyak 380.221 dan yang dirumahkan sebanyak 1.058.284 pekerja.

Adapun pekerja sektor informal yang terdampak sebanyak 318.959 orang. Sementara, perusahaan yang telah melakukan PHK dan merumahkan pekerjanya sebanyak 80.000 perusahaan yang tersebar di seluruh tanah air.

“Bisa jadi jumlah tersebut lebih dari itu. Bukan tidak mungkin ada perusahaan yang belum melaporkan ke Kemenaker ketika melakukan PHK atau merumahkan pekerjanya. Sangat penting bagi pemerintah untuk segera merealisasikan janjinya untuk memberikan santunan serta pelatihan kepada para pekerja yang terdampak pandemi,” pungkas Bamsoet. * kop.