JAKARTA | KopiPagi : Indonesia kehilangan Guru bangsa. Buya Syafii Maarif, tokoh ulama kharismatik, cendekiawan muslim, pendakwah agama yang terus menyuarakan toleransi dan kemanusiaan meninggal dunia, di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, DIY pada Jumat pukul. 10.15 WIB hari ini.
Kabar meninggalnya Buya Syafei diungkapkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD.
“Telah wafat Buya Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua PP Muhammadiyah pada hari ini jam 10.15 di Yogyakarta,” kata Mahfud Md di Twitter, Jumat (27/05/2022).
“Ummat Islam dan bangsa Indonesia kehilangan lagi salah seorang tokoh besarnya. Semoga Buya Syafii diampuni segala dosanya dan mendapat surga-Nya,” kata Mahfud Md.
Buya Syafii Maarif adalah Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah (1998 – 2005), dan Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP) serta pendiri Maarif Institute.
Memasuki usia 86 tahun, kesehatan Bapak Bangsa ini memang kerap menurun. Beberapa kali dirawat di rumah sakit dan dirawat.
Maret 2022 lalu, Presiden Joko Widodo sempat menjenguk Buya Syafii di kediamannya di Kabupaten Sleman, pada Sabtu (26/3/2022). Kedatangan presiden disambut oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.
Pada Sabtu (11/04/2022), Buya Syafii Maarif dibawa ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, Gamping, Sleman, Yogyakarta, untuk mendapatkan perawatan lagi. Menurut keterangan, Buya sempat mengalami sesak napas.
Kondisi Buya Syafii Maarif sempat dilaporkan membaik. Buya Syafii sempat dinyatakan sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
Sosok Muslim Moderat
Presiden Jokowi bersama Buya Syafii Maarif.
Ahmad Syafii Maarif merupakan cendekiawan muslim dan ulama kelahiran Sumpurkudus, Sijunjung, Sumatra Barat, 31 Mei 1935. Namun lama menempuh pendidikan dan berkiprah di Jawa. Memperoleh pendidikan Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta (1956), berlanjut Universitas Cokroaminoto Surakarta (1964) dan IKIP Yogyakarta (1968).
Syafii Maarif sempat dan menjadi wartawan anggota Persatuan Wartawan Indonesia dalam posisi sebagai Redaktur Suara Muhammadiyah.
Syafii Maarif muda kemudian meneruskan studi ke Amerika Serikat dengan mengunjungi tiga kampus: Northern Illinois University (DeKalb), Ohoi University (Athens) dan the University of Chicago antara tahun 1972-1982.
Dia menekuni ilmu sejarah dengan mengikuti Program Master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS. Dia meraih gelar doktor dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS, dengan disertasi: Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia.
Semasa memimpin PP Muhamadiyah (1998-2005) Buya Syafii mengembangkan para cendekiawan muslim moderat, ditandai dengan berdirinya tiga komunitas intelektual yaitu Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP), Maarif Institute, dan Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM).
Buya Syafii Maarif adalah tokoh yang lantang menyuarakan toleransi kebhinekaan dan melawan paham radikal agama. Dia minta bangsa Indoensia mewaspadai keberadaan pandangan atau pemikiran yang bisa disebut teologi maut yang muncul dalam periode akhir-akhir ini.
“Pendukung segala sempalan yang ingin ganti Pancasila bersuara lantang karena yang mayoritas diam. Aparat harus peka. Negara Anda, negara saya, jangan biarkan tenggelam,” katanya.
Pada November 2016, ia membela Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan mengatakan bahwa Ahok tidak melakukan penistaan agama.
Pandangannya ini melawan pendapat mayoritas tokoh Islam lainnya termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang telah memfatwakan bahwa Ahok melakukan penistaan agama Islam dan para ulama.
Menurut keterangan, jenazah almarhum Buya Syafii dibawa ke Masjid Besar Kauman untuk disalat dan disemayamkan. Setelah itu, dimakamkan di Pemakaman Muhammadiyah di Dusun Donomulyo, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulonprogo, Jogyakarta.***