KopiPagi. Palembang. Muzakir Sai Sohar Bupati Muara Enim periode 2014-2018 resmi menjadi tahanan di rutan pakjo Palembang (23/11), Muzakir Sai Sohar yang terjerat kasus dugaan penerimaan suap alih fungsi lahan.
Muzakir sebelumnya hanya menjadi tahanan kota dikarenakan pemeriksaan rapid tes yang dijalaninya menunjukan hasil reaktif.
“Sekarang tersangka sudah resmi jadi tahanan rutan karena berdasarkan hasil swab yang dilakukan, dia menunjukan hasil negatif covid-19,” kata Asisten Bidang Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumsel, Zet Tadung Allo saat ditemui di gedung Kejati Sumsel.
Muzakir Sai Sohar menjalani pemeriksaan di ruang penyidik pidsus Kejati Sumsel lebih kurang selama 5 jam, ia baru keluar dari gedung kejati pada pukul 16.20.
Dengan tangan diborgol dan menggunakan rompi tahanan tipikor, Muzakir yang tetap menggunakan masker lebih memilih tak banyak bicara saat digiring berjalan meninggalkan gedung kejaksaan untuk kemudian masuk ke dalam mobil tahanan.
Ia juga enggan terlalu menanggapi pertanyaan wartawan seputar kasus yang menjeratnya tersebut.
Sebelumnya, Penyidik kejati Sumsel menetapkan mantan bupati Muara Enim, Ir Muzakir Sai Sohar sebagai tersangka atas kasus gratifikasi alih fungsi lahan pada tahun 2014.
Tak hanya Muzakir, penyidik juga menetapkan tiga tersangka lainnya dalam kasus ini yakni Abunawar Basyeban.SH.MH (Dosen UNSRI) selaku konsultan Hukum tahanan Rutan, Anjapri.SH mantan Dirut PT Perkebunan Mitra Ogan (BUMN) serta mantan Kabag Akuntansi dan kuangan PT. Perkebunan Mitra Ogan Yan Satyananda.
Kasi Penkum Kejati Sumsel, Khaidirman menjelaskan kasus ini bermula dari kontrak kerja antara PT Perkebunan Mitra Ogan yang merupakan perusahaan BUMN dengan kantor konsultan hukum milik Abunawar Basyeban,SH MH.
Bahwa dalam kontrak kerja tersebut, PT Perkebunan Mitra Ogan bekerja sama dengan kantor konsultan hukum milik Abunawar Basyeban untuk mengurus administrasi atau rekomendasi pembebasan lahan untuk dialihfungsikan menjadi hutan tetap atau perkebunan.
“Dari sini sudah terlihat adanya tindakan melawan ketetapan undang-undang dari kedua tersangka ini yaitu
Abunawar Basyeban selaku konsultan Hukum serta Anjapri, SH selaku Mantan Dirut PT Perkebunan Mitra Ogan (BUMN),” katanya.
Tindakan melawan undang-undang yang dimaksud yaitu PT Perkebunan Mitra Ogan merupakan perusahaan BUMN. Dimana semestinya tidak boleh dilakukan penunjukan langsung oleh pihak perusahaan untuk menunjuk konsultan hukum. “Karena nilai alih fungsi lahan itu di atas Rp.500 juta, mestinya ada proses-proses misalnya lelang atau yang lain sebagainya. Tidak boleh main tunjuk saja. Tapi mereka malah langsung menunjuk kantor hukum Abunawar Basyeban untuk mengurus rekomendasi dari kepala daerah setempat terkait alih fungsi lahan itu. Jelas sekali bahwa hal tersebut melanggar aturan,” katanya.
Setelah mendapat rekomendasi kepala daerah dalam hal ini Muzakir yang saat itu menjabat bupati Muara Enim, PT Perkebunan Mitra Ogan kemudian mentransfer uang sebesar Rp.5,8 miliar kepada kantor hukum milik Abunawar Basyeban. Namun disaat yang bersamaan, uang tersebut kemudian ditarik kembali dan ditukar dengan mata uang US dollar. “Setelah ditukar dalam US dolar, itulah uang tersebut mayoritas dikirim kepada kepala daerah yang bersangkutan. Diduga kepala daerah saat itu menerima uang sekitar Rp.600 juta bila dijadikan rupiah,” katanya. “Dari situ kita bisa tarik kesimpulan bahwa kepala daerahnya sudah menerima suap atau gratifikasi,” katanya.
Sementara itu, satu tersangka lagi yakni Yan Satyananda yang merupakan mantan kabag Akutansi dan keuangan PT. Perkebunan Mitra Ogan, diduga ikut terlibat dalam mengelola aliran dana suap.