JAKARTA | KopiPagi : Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jampidum Kejaksaan RI, Fadil Zumhana, kembali menyetujui permohonan penghentian penuntutan sebanyak 11 perkara pidana umum berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Jampidum Fadil Zumhana, Rabu (06/03/2024), menyebutkan bahwa sebelumnya terhadap perkara-perkara tersebut dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual.
Perkara tersebut adalah:
1. Tersangka LD. Muh. Alfian alias Fian bin LD. Rahman dari Kejaksaan Negeri Baubau, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Peraturan Pemerintah Perundang-Undangan Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Muis alias La Mimi bin (Alm.) La Ula dari Kejaksaan Negeri Buton, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Dahlan alias Wandopita dari Kejaksaan Negeri Kendari, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Irlan alias Isra bin Djuslan dari Kejaksaan Negeri Kolaka, yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Muh. Ardiansyah alias Ardi bin Makmun dari Kejaksaan Negeri Kolaka, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
6. Tersangka Marlina binti Rewe dari Kejaksaan Negeri Kolaka Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Abu Bakar Haq alias La Apu bin (Alm.) La Niimu dari Kejaksaan Negeri Muna, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Asni Yasin alias Asi dari Kejaksaan Negeri Gorontalo Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Tersangka I Arman Libunelo alias Arman dan Tersangka II Asni Yasin alias Asi dari Kejaksaan Negeri Gorontalo Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
10. Tersangka Julkifli Mobonggi alias Kifli dari Kejaksaan Negeri Gorontalo Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
11. Tersangka Siti Mucharani dari Kejaksaan Negeri Sleman, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian Dimana para Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Para Tersangka belum pernah dihukum;
• Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Para Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Para Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. *Kop.
Editor : Syamsuri.