Connect with us

NASIONAL

YUSRIL: KOMISIONER KPK BUKANLAH MANDATARIS PRESIDEN

Published

on

KopiOnline Jakarta,- Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra menyoroti soal penyerahan mandat tanggung jawab pengelolaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari pimpinan KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo kepada Presiden.

Yusril menilai, penyerahan mandat oleh pimpinan lembaga antirasuah itu kepada Presiden justru bisa menjadi jebakan.

“Ya, itu bisa membuat Presiden terjebak,” kata Yusril, Minggu (15/09/2019).

Yusril menjelaskan, Presiden bisa kena pelanggaran konstitusi bila menerima mandat KPK. Karena, menurut dia, undang-undang tidak mengenal penyerahan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden.

“Presiden tidak berwenang mengelola KPK. Presiden justru dapat dianggap melanggar konstitusi jika menjadi pengelola KPK,”

Sama halnya dengan polisi dan jaksa, lanjut Yusril, KPK bersifat operasional dalam menegakkan hukum di bidang tindak pidana korupsi.

“Presiden tidak mungkin bertindak secara langsung dan operasional dalam menegakkan hukum,” ujar Yusril.

Dia menambahkan, tata cara pengelolaan KPK telah diatur dengan rinci dalam UU KPK. Sementara tidak ada satu pasal pun dalam UUD 1945 yang mengatur tentang KPK.

“Komisioner KPK bukanlah mandataris Presiden,” tegas Yusril.

UU KPK, menurut dia, tidak mengenal penyerahan mandat kepada Presiden. Maka Komisioner KPK wajib meneruskan tugas dan tanggung jawabnya sampai akhir masa jabatannya.

Pasal 32 UU KPK menyatakan bahwa komisioner diberhentikan dari jabatannya karena masa jabatannya telah berakhir. Selain itu, masa jabatan komisioner berakhir jika mereka mengundurkan diri atau meninggal dunia sebelum masa jabatannya berakhir.

“Di luar itu tidak ada mekanisme lain bagi komisioner untuk mengakhiri jabatannya,” tutup Yusril.

Hal senada diungkapkan Mahfud MD. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menilai, penyerahan mandat itu tidak tepat.

Menurut guru besar Hukum Tata Negara UII itu juga menegaskan, secara hukum, komisioner KPK bukan mandataris presiden. Mereka tidak bisa mengembalikan mandat kepada Presiden, karena Presiden tidak pernah memberi mandat pada mereka.

“Sebab mandataris dalam Ilmu Hukum adalah orang yang diberi tugas oleh pejabat tertentu, tetapi yang bertanggungjawab adalah pejabat si pemberi tugas,” terang Mahfud MD

Karenanya, Mahfud beranggapan langkah tiga pimpinan KPK periode 2015-2019 yang mengembalikan mandat ke Presiden Jokowi tidaklah tepat.

“KPK bukan mandataris siapa pun, dia adalah lembaga independen. Meskipun ada di lingkaran eksekutif, namun bukan bawahan pemerintah,” ungkapnya.

Sebelumnya, pada Jumat (13/09/2019) malam lalu, para pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan tanggung jawab pengelolaan lembaga antirasuah itu kepada Presiden Jokowi.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan, dirinya prihatin atas kondisi lembaga yang dipimpinnya saat ini. Dia pun angkat tangan dan menyerahkan urusan korupsi ke Jokowi.

“Kami mempertimbangkan sebaik-baiknya, maka kami pimpinan sebagai penanggungjawab tertinggi, kami menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Bapak Presiden,” tutur Agus di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat 13 September 2019.

Saat menyampaikan sikap tersebut, Agus didampingi oleh pimpinan KPK lainnya yakni Laode M Syarif dan Saut Situmorang. Hadir juga Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

“Kami menunggu perintah, apakah kami masih dipercaya sampai bulan Desember, apa masih berjalan seperti biasa,” imbuh dia.

Soal Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK yang baru, lanjut Agus, pihaknya tidak akan melawan ketetapan tersebut.

“Mohon maaf kalau kami menyampaikan hal-hal yang kurang berkenan bagi banyak pihak,” kata Agus.

Masyarakat Sipil: Agus Raharjo Cs, Kok Baperan!

Sementara kelompok massa mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Sipil memberikan kritikan tajam dan pedas kepada tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode M. Syarif yang mundur dan menyerahkan mandatnya kepada Presiden Jokowi.

Korlap aksi Aliansi Masyarakat Sipil Alif Kemal menilai Agus Rahardjo cs tidak dewasa dan kekanak-kanakan. Jangan baperan!

“Kayak anak kecil, ini tindakan cengeng dan tidak mendidik. Sisa 3 bulan lagi mereka kelar, jika mereka mundur maka bayar ganti rugi ke negara full selama dia menjabat,” tegas Alif.

Hal itu disampaikannya saat massa Aliansi Masyarakat Sipil menggelar aksi damai membagikan seribu bunga mawar, membawa poster bertuliskan “Indonesia Damai, Dukung Revisi UU KPK” dan penandatanganan petisi mendukung langkah Presiden merevisi UU KPK di area Car Free Day (CFD) depan Menara BCA, Jakarta, Minggu (15/09/2019).

Lebih lanjut, Alif mengaku pihaknya menyesalkan kelakuan pimpinan KPK yang tengah dihujani kritik dan masalah. Dia pun berharap kejadian seperti ini tidak terulang kembali dengan membuat gaduh suasana. Dia berharap Ketua KPK terpilih Firli Bahuri bisa menjalin sinergitas antar pimpinan dan pegawai tanpa mengganggu pekerjaan sebagai pemberantas korupsi.

“Baperan, kekanak-kanakan dan pimpinan KPK tidak bersikap negarawan. Memalukan sekali Agus cs ini,” sebutnya.

Lebih jauh, Alif mengapresiasi masyarakat Indonesia khususnya para peserta CFD yang memberikan support menandatangani petisi dukungannya atas revisi UU KPK. Kata dia, revisi UU KPK justru memberikan kepastian hukum. Salah satunya aturan penyadapan dan fungsi adanya Dewan Pengawas.

“Terima kasih banyak kepada masyarakat Indonesia yang telah memberikan dukungan atas revisi UU KPK ini. Agus cs dan kroninya jangan menggiring opini sesat ke masyarakat. Seolah-olah terdzolimi. Kan aneh, KPK dengan kewenangan besar ogah di awasi. Dimana melemahkannya, bau busuk sudah mulai tercium masyarakat bisa memberikan penilaian,” pungkasnya.

Kartu Merah untuk KPK

Sebelumnya, demo juga dilakukan ratusan massa gabungan tergabung dalam Masyarakat Peduli KPK (MPK) berunjuk rasa didepan Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/09/2019).

Dalam aksinya, massa melakukan aksi teatrikal menyuarakan peluit dan mengacungkan kartu merah sebagai simbol bahwa KPK telah offside melakukan pembangkangan terhadap pemerintahan Jokowi.

“Baru kali ini saya mendengarkan ada babu melawan majikan. Seperti yang dipertontonkan WP KPK dan 3 pimpinan KPK yang telah melakukan pembangkangan terhadap pemerintah,” tegas Koordinator aksi Alex.

Lebih lanjut, Alex menilai penyerahan tugas KPK kepada Presiden dan mogok ditengah jalan adalah pelecehan terhadap wibawa Presiden.

“Sudah darurat, pecat segera WP KPK dan pimpinan KPK. Segera isi kursi kekosongan dengan melantik 5 pimpinan KPK baru. Rakyat sudah gerah dengan sikap KPK, kami akan menertibkan tingkah internal KPK yang bergaya LSM dan preman. Kami menilai penyerahan tugas KPK kepada Presiden, mogok di tengah jalan adalah bentuk pelecehan terhadap wibawa Presiden yang notabene Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. KPK sudah melanggar sumpah jabatan, perlawanan konstitusi!” bebernya.

Hal senada juga disampaikan puluhan massa aktivis Corong Rakyat kembali menggelar aksi konvoi dari KPK, Istana Negara dan Gedung DPR RI Jakarta, Sabtu (13/09/2019).

Mereka mendesak Presiden RI untuk mengeluarkan Dekrit Pembekuan KPK. Terlebih, para demonstran juga menyayangkan sikap pimpinan lembaga antirasuah yang mengembalikan mandat kepada Presiden RI. Dalam aksinya, massa tiduran didepan pintu gerbang KPK dengan bertelanjang dada ditulisi cat warna merah putih “KPK = Bayi” sebagai pesan tersirat agar KPK tidak kekanak-kanakan.

“Sikap arogan pembangkangan pimpinan dan WP KPK sebagai bentuk pelecehan terhadap wibawa Presiden dan kekanak-kanakan serta memalukan,” tegas Koordinator aksi Dilan.

Lebih lanjut, Dilan mengatakan secara hukum tindakan pimpinan KPK dan pegawainya yang secara serentak mengembalikan mandat kepada Presiden, bisa ditafsirkan sebagai tindakan menghalangi dan menghambat tugas pemberantasan korupsi yang sedang berjalan, sehingga bisa dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi sesuai ketentuan pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu menghalangi secara langsung arau tidak langsung penyidikan dan penuntutan kasus-kasus korupsi di KPK.

“Perlawanan pimpinan KPK justru melanggar sumpah jabatan. Kami minta agar Presiden mengeluarkan dekrit pembekuan KPK,” tambahnya.

Dilan juga meminta agar Presiden Jokowi menunjuk Plt. untuk mengisi kursi kekosongan kepemimpinan di KPK.

“Presiden Jokowi harus menunjuk Plt. untuk mengisi kursi kekosongan kepemimpinan di KPK,” pungkasnya. kop

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version