Connect with us

NASIONAL

Presiden tak Putuskan Lockdown pun, Pemda Bisa Ambil Keputusan Sendiiri

Published

on

KopiOnline JAKARTA,- Korban wabah Corona Virus Desease 2019 atau COVID-19 terus berjatuhan. Hingga Jumat (27/03/2020) tercatat 1.046 kasus positif, 46 sembuh, dan 87 meninggal. Menurut Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, data tersebut menunjukkan masih ada penularan di tengah masyarakat.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo beberapa hari yang lalu menegaskan tak akan menerapkan penutupan wilayah atau lockdown.

“Sekali lagi saya tegaskan, pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi yang juga telah memberikan intruksi kepada kepala gugus tugas tidak akan ada lockdown,” tegas Doni Monardo.

Ironisnya, beberapa kepala daerah justru memutuskan melakukan lockdown sendiri untuk wilayah ‘kekuasaannya’ meski tanpa izin pemerintah pusat. Contohnya, Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono mengambil keputusan untuk melakukan lockdown secara penuh atau fully local lockdown terhadap daerah yang dipimpinnya.

Lebih jauh Dedy Yon Supriyono mengaku, meski sangat dilema dengan kebijakan yang kini diambilnya, namun keputusan itu harus dia ambil. Kebijakan fully local lockdown untuk Kota Bahari tersebut disampaikan Dedy Yon Supriyono di Pendapa Balai Kota Tegal, Rabu (25/03/2020) kemarin.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia turut menyarankan local lockdown atau karantina daerah sebagai alternatif. Dalam surat edaran yang ditujukan untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua Dewan Guru Besar FKUI Profesor Dr dr Siti Setiati, SpPD, K-Ger, MEpid, FINASIM, menyarankan karantina daerah dilakukan secara selektif untuk menghambat laju penyebaran virus Corona.
“Karantina wilayah disarankan dilakukan minimal 14 hari, di provinsi-provinsi yang menjadi episentrum (zona merah) penyebaran COVID-19 atau daerah lain dengan berbagai pertimbangan,” tulis surat Siti Setiati, Jumat (27/3/2020).

Senada, Pemerhati Kebijakan Publik dari Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Prof. Dr. Andriansyah, S.Sos, M.Si., pun menyarankan agar pemerintah melakukan lockdown.

“Sudah banyak korban, tidak ada pilihan. Pemerintah harus melakukan lockdown. Terserahlah apa pun metodenya. Kalau tidak akan lebih banyak lagi korban yang berjatuhan,” tegas Prof Andriansyah kepada otonominews di Jakarta, Jumat (27/03/2020).

Bila pemerintah hanya memberi imbauan untuk sekedar melakukan social distancing atau physical distancing, tidak akan berjalan sesuai keinginan. Menurut dia, harus ada ketegasan dari pemerintah dengan aturan yang jelas dan sanksi yang juga jelas.

“Kita lihat negara-negara lain yang sudah melakukan lockdown. Seperti di India, petugasnya memberi sanksi tegas kepada masyarakat yang melanggar. Jadi, sangat sulit bila masyarakat hanya diberi himbauan,” tegasnya.

Karena belum ada sikap tegas dari pemerintah, lanjut Andriansyah, membuat masyarakat merasa masih bisa melakukan apa saja, termasuk diam-diam pulang ke kampung masing-masing.

“Bukankah itu bisa menyebarkan virus ke kampung dan akan lebih banyak lagi korban yang berjatuhan dengan jumlah fasilitas kesehatan dan rumah sakit yang masih sangat terbatas. Jadi, satu-satunya pilihan adalah melakukan lockdown,” ujar Andriansyah.

Diakui Andriansyah, memang ada konsekwensi bila pemerintah memberlakukan lockdown, salah satunya terkait biaya hidup masyarakat. “Itu semua bisa dihitung. Pemerintah bisa memberi bantuan tunai langsung (BLT) yang dulu pernah dilakukan pada zaman Pemerintahan SBY,” sarannya.

Menurut Andriansyah, inilah saatnya di mana pemerintah harus mengambil kebijakan tegas agar bisa menekan penyebaran COVID-19. “Bahkan teman-teman di FKUI juga sudah memberi saran kepada Presiden Jokowi untuk melakukan lockdown. Jadi, tunggu apa lagi,” ujar dia.

Kalau tidak ada ketegasan Pemerintah Pusat, akibatnya pemerintah-pemerintah daerah yang ingin melindungi warganya, mengambil keputusan sendiri untuk me-lockdown wilayahnya.

“Bila pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak terkoordinasi, ini bahaya. Seperti Walikota Tegal yang memutuskan menutup akses wilayahnya. Hal yang sama juga terjadi di Sikka, pemerintah daerahnya meminta Kementerian Perhubungan menutup bandara dan pelabuhan. Itu mereka lakukan untuk melindungi warganya,” terang Andriansyah.

Menurut dia, sebagai kepala daerah, Walikota Tegal dan Bupati Sikka memiliki kewajiban menjaga agar tidak ada orang yang masuk ke daerahnya yang kemudian menyebarkan COVID-19 atau tidak ada warganya yang keluar dan akhirnya terkontaminasi saat berada di luar. Itu memang sudah jadi tugas pimpinan daerah,” urainya.

Andriansyah mengatakan, dirinya bisa memastikan, akan banyak kepala daerah lainnya akan melakukan hal yang sama. “Mereka akan membuat kebijakan sendiri-sendiri nantinya. Jalan satu-satunya, pemerintah pusat harus ada ketegasan melakukan lockdown. Jangan sampai lebih banyak lagi korban yang berjatuhan,” pungkas Andriansyah. Otn/kop

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version