Connect with us

KESEHATAN

Perwakilan BKKBN DIY Revitalisasi Pelayanan Program KB di Rumah Sakit

Published

on

JOGJA | KopiPagi : Sejak era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan mengatur bahwa pelayanan KB (Keluarga Berencana) diutamakan di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) yaitu Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) dan Klinik KB.

Namun demikian, sejak dimulainya pelaksanaan JKN pada tahun 2014 itu, pelayanan PKBRS (Program KB di Rumah Sakit) mengalami kendala, seperti adanya regulasi terkait pembiayaan di rumah sakit, rujukan berjenjang dan harus berdasarkan indikasi medis. Hal inilah yang menyebabkan pelayanan KB di rumah sakit menjadi semakin berkurang jumlahnya. Aturan itu menyebabkan pelayanan KB yang diberikan tidak bisa diklaim ke BPJS.

Hal itu diungkapkan Dr. Zamhir, selaku Direktur Bina Akses Pelayanan KB BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) di sela kegiatan Pertemuan Koordinasi Intensifikasi Pelayanan KB Di Rumah Sakit, yang menghadirkan narasumber Dosen Fakultas Kedokteran UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) dan Dokter Obsgyn Kandungan RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta Dr. Med. dr. Supriyatiningsih, M.Kes., Sp.OG., di Hotel Alana Malioboro di Jalan Mayjend Sutoyo No.52, Mantrijeron, Yogyakarta, Rabu (26/01/2022).

Menyikapi hal ini, BKKBN terus melakukan upaya dan pendekatan kepada BPJS. Dr.(HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) selaku Kepala BKKBN sudah beberapa kali melakukan audiensi dengan Dirut (Direktur Utama) BPJS, dan rapat koordinasi dengan Kemenkes RI (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia) selaku pembuat regulasi agar segera bisa merevisi aturan tersebut dan melakukan penyesuaian.

“Salah satu yang bisa dilakukan misalnya adalah memisahkan antara biaya persalinan dengan operasi kontrasepsi seperti MOW (Metode Operasi Wanita), IUD (Spiral), dan Implan (Susuk), sehingga bisa diklaim ke BPJS biayanya,” ungkapnya.

Sebab, pengguna layanan KB bukan orang sakit. Melainkan mereka adalah orang-orang sehat tanpa indikasi medis yang ingin mendapatkan pelayanan KB sehingga seharusnya tidak perlu mensyaratkan adanya rujukan dari FKTP.

Melalui berbagai upaya yang dilakukan ini, Pelayanan PKBRS diharapkan bisa dihidupkan kembali, setelah sempat menjadi andalan sejak tahun 1970-an namun berangsur menurun di era 1980-90 berangsur menurun.

Untuk itu, BKKBN sejak tahun 2020 mulai merevitalisasi Pelayanan PKBRS sesuai arahan dari Kepala BKKBN. Langkah pertama adalah menjalin kerja sama dengan melakukan penandatanganan nota kesepakatan atau kesepahaman atau MoU (Memorandum of Understanding) dengan perhimpunan dan asosiasi rumah sakit yang ada di seluruh Indonesia yang merupakan mitra kerja BKKBN. Baik itu RS daerah maupun swasta, termasuk juga dengan dinas dan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) KB di semua kabupaten dan kota.

“RS yang memberikan pelayanan KB diregistrasi ulang dalam Sistem Informasi BKKBN agar bisa memperoleh distribusi Alokon (alat kontrasepsi) gratis. RS juga aktif dilibatkan dalam kegiatan seperti Pelayanan KB Serentak dalam rangka Harganas (Hari Keluarga Nasional),” imbuhnya.

Dengan menghidupkan kembali Pelayanan PKBRS, BKKBN mengharapkan banyak hal bisa dicapai. Yaitu cakupan prevalensi kontrasepsi modern bisa ditingkatkan, pertumbuhan penduduk (angka kelahiran) dapat dikendalikan, dan angka stunting bisa diturunkan dengan KB Pasca Persalinan untuk mengatur jarak kelahiran.

Sementara itu, Shodiqin, SH, MM. selaku Kepala Perwakilan BKKBN DIY menuturkan, kegiatan ini merupakan bagian dari Program Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana) dari BKKBN, utamanya dalam hal Pelayanan KBKR (Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi).

Menurutnya, Rumah sakit punya peranan yang strategis dalam menggalakan Program KB di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, BKKBN siap mendukung segala kebutuhan rumah sakit yang menyediakan layanan KB. Dengan dukungan anggaran dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Disebutkannya, salah satu anggaran yang aman dan tidak terkena refocusing adalah anggaran untuk menggerakkan Program KB.

“Selain itu, juga ada dukungan anggaran melalui DAK (Dana Alokasi Khusus) KB dan BO (Bantuan Operasional) KB baik fisik maupun non fisik yang langsung diberikan ke kabupaten dan kota,” terangnya didampingi Dra. Joehananti Chriswandari selaku Korbid (Koordinator Bidang) KBKR Perwakilan BKKBN DIY.

Shodiqin berharap semua rumah sakit atau fasilitas layanan kesehatan nantinya bisa memberikan layanan KB. Dia juga mengupayakan di rumah sakit jika ada kelahiran agar bisa langsung ikut KB pasca persalinan, paling tidak Pil KB, dan lebih baik lagi jika IUD, Implan, atau MOW.

“Pengiriman alat kontrasepsi ke sejumlah rumah sakit pun mulai dilakukan. Distribusi dilakukan melalui OPD KB, kemudian nanti didistribukan lagi ke rumah sakit. Kemarin saat peluncuran kami sudah distribusikan. Stok cukup untuk DIY. Sumber daya kita sudah siap, pasokan akan terus ditambah agar jangan sampai di RS terjadi kekosongan Alokon,” jelasnya.

Menurut Shodiqin, Pelayanan PKBRS utamanya KB Pasca Persalinan perlu ditingkatkan. Hal ini dikarenakan jika PUS (Pasangan Usia Subur) tidak segera menggunakan kontrasepsi setelah persalinan, bisa menyebabkan jarak kelahiran yang terlalu rapat.

Sehingga, dapat berakibat pada meningkatnya AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi). Selain itu, dengan tidak menggunakan kontrasepsi dapat memperbesar peluang terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan yang beresiko memiliki anak stunting.

“Dengan demikian, Penggunaan KB Pasca Persalinan bisa menjadi peluang strategis dalam upaya untuk menurunkan AKI, AKB, dan unmet need (PUS yang merencanakan kehamilan namun tidak ber-KB),” ucapnya. *Yan/Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version