Connect with us

HUKRIM

LIRA Akan Laporkan Dugaan Fee Proyek 7,5 % Hasil Pansus DPRD Sulsel ke KPK

Published

on

KopiOnline Jakarta,- Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat), HM Jusuf Rizal menyebutkan hasil Pansus Hak Angket DPRD Sulsel (Sulawesi Selatan) yang menemukan adanya dugaan fee proyek 7,5 persen harus dilaporkan ke Penegak Hukum atau KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Karena ini sudah menjadi temuan, untuk itu LSM LIRA akan melaporkan ke penegak hukum termasuk KPK.

“Kami akan membuat laporan secara resmi atas temuan dugaan adanya permainan proyek pembangunan infstruktur di Sulsel dengan pemberian fee 7,5 persen per proyek. Ini merupakan pengakuan resmi diatas sumpah yang patut ditindaklanjuti,” tegas Jusuf Rizal yang juga Ketua Presidium Relawan The President Center Proja (Pro Jokowi Amin) kepada media, hari ini, menanggapi tidak ditindaklanjutinya temuan Pansus adanya fee 7,5 persen.

Sebagaimana diketahui Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Sulsel telah menemukan adanya dugaan permintaan fee proyek senilai 7,5 persen per proyek dalam persidangan yang dilakukan terbuka atas keterangan Jumras mantan Kepala Biro Pembangunan Pemprov Sumsel. Dua nama pengusaha bernama Anggu Sucipto dan Ferry Tandiari yang diduga terlibat justru tidak ditindaklanjuti oleh Pansus. Padahal namanya mencuat dalam persidangan terkait permintaan fee proyek 7,5 persen itu.

“Ada aroma amis di Pansus karena pengusaha yang disebut-sebut terkait dengan dugaan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang menjadi salah satu substansi dibentuknya pansus justru tidak ditindaklanjuti. Ini menjadi tanda tanya besar. Jangan-jangan Pansus sudah dilobby para pengusaha agar tidak menindaklanjuti temuan 7,5% fee proyek yang dikemukakan Jumras,” tegas pria berdarah Madura-Batak itu.

Untuk itu LSM LIRA akan terus mendorong agar temuan sesuai fakta persidangan adanya fee proyek 7,5 persen harus ditindaklanjuti hingga tuntas. Tidak boleh dipetieskan. Karena itu LSM LIRA meminta anggota DPRD yang baru, Gubernur, dan Wakil Gubernur Propinsi Sulsel ikut proaktif membongkar kasus fee proyek 7,5 persen tersebut untuk menghindari fitnah, karena diluar stigma yang dibangun bisa saja hasil fee 7,5 persen mengalir ke kantong Gubernur dan Wagub.

Lebih jauh menurut Jusuf Rizal, fee proyek 7,5 persen tersebut cukup layak untuk dilaporkan ke penegak hukum atau KPK sebab keterangan tersebut disampaikan di bawah sumpah. Disebut ada penerima, ada pemberi dan ada Anggaran yang digunakan, baik APBD Provinsi Sulsel maupun DAK Pemerintah Pusat, serta telah menjadi temuan LHP inspektorat Pemprov Sulsel.

Lebih dari pada itu terperiksa dalam Pansus DPRD Sulsel, Jumras, juga menyebut berbagai nama, baik pejabat pemerintah daerah, pemerintah pusat dan pengusaha terkait dengan fee proyek 7,5 persen tersebut. Jumras tidak mungkin bicara jika tidak ada kejadian dimana pengusaha diminta 7,5 persen fee proyek.

“LSM LIRA menduga Jumras tidak main sendiri. Kami menduga uang haram tersebut ikut mengalir ke kelompok kepentingan, oknum pejabat dll. Untuk itu perlu dilaporkan ke penegak hukum agar dapat ditelusuri kemana pungutan fee 7,5 persen itu mengalir. Patut diduga ini hanya bagian kecil penyalahgunaan wewenang di Pemprov Sulsel,” tegas Jusuf Rizal yang juga Wakil Ketua Umum KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) itu.

Seperti diketahui adanya fee proyek kepada Jumras, Kepala Biro Pembangunan Pemprov Sulsel yang dicopot dari jabatannta oleh Gubernur Nurdin Abdullah, telah diungkap dalam sidang hak angket di Gedung Tower Lantai 8 Sulsel, beberapa waktu lalu.

Bahkan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Sulsel, Andi Sumardi Sulaiman (kakak kandung Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman) saat diperiksa Pansus Hak Angket mengakui adanya pertemuan antara Jumras, Anggu, Fery dan Irfan Jaya (Direktur Salah Satu Lembaga Survei), di Barbershop milik Irfan Jaya, Jalan Bau Mangga Makassar.

Disebutkan, saat itu ada fee Rp200 juta dari dua pengusaha bernama, Anggu Sucipto dan Ferry Tandiari, untuk Jumras, agar dua pengusaha bisa memenangkan tender proyek.

Pengusaha bernama Irfan Jaya yang menjadi terperiksa pada sidang hak angket DPRD Sulsel, Senin 15 Juli 2019, juga mengakui hal itu.

Pada persidangan tersebut, Irfan Jaya menceritakan kronologisnya, pada hari Jumat 19 Juli 2019, Irfan bertemu dengan Ferry Tandiari dan Anggu Sucipto.

Pertemuan ketiganya itu membahas mengenai dua proyek yaitu, proyek Jalan Soppeng hingga batas Sidrap dengan total anggaran Rp34 miliar dan pelebaran ruas Jalan Palampang Bonto Buntelempangan yang kebetulan ada di kabupaten Sinjai dan bulukumba dengan nilai anggaran Rp 34 miliar.

Pengusaha tersebut mencari petunjuk agar mendapatkan dua proyek tersebut. “Ferry mengatakan bahwa sulit kita mendapatkan proyek di Provinsi, katanya kakak wakil gubernur (Andi Sumardi) yang atur,” ungkap Irfan dalam persidangan.

Karena Irfan memiliki kedekatan dengan Sumardi. Irfan meminta dilakukan pertemuan. Awalnya pertemuan mereka di Cafe Mama, namun berhubung Cafe Mama tutup, pertemuan mereka dilakukan di Barbershop milik Irfan Jaya.“Jadi kami bertemu di Barbershop, saya, Anggu, Ferry dan Sumardi. Karena pak Sumardi merasa tidak nyaman, ia menelpon ke Jumras untuk datang. Setelah itu Sumardi meninggalkan lokasi dan berkata, baku urus miki saya tidak campur masalah proyek,” kata Mantan direktur salah satu lembaga survei ini.

Lanjut Irfan, saat pertemuan Ferry sempat meminta petunjuk supaya bisa mendapatkan dua proyek jalan tersebut.

“Tapi Jumras menyebut bahwa proyek ini komitmen Fee-nya 7,5 persen, tapi saya tidak bisa menjamin berikan proyek ini ke pak Ferry dan pak Anggi karena proyek ini sudah ditebus oleh Hartawan Ismail Jarre. Katanya, kalau sudah ada yang tebus 7,5 persen Jumras siap pasang badan,” ucapnya.

Dalam pertemuan itu, Jumras menelpon Hartawan untuk bertemu dua pengusaha yaitu, Anggu dan Ferry, setelah bertemu Jumras meninggal lokasi.

“Pertemuan antara Ferry, Anggu dan Hartawan tidak menemukan titik temu dalam membahas dua proyek itu,” umbarnya.

Dalam persidangan itu, Irfan membeberkan bahwa Ferry dan Anggu berangkat ke Jakarta, secara kebetulan satu pesawat dengan Gubernur Sulsel Prof Nurdin Abdullah.

“Jadi Ferry menelpon ke saya ketika sampai di Jakarta, dia bilang satu pesawat dengan pak gub. Dia menceritakan semuanya terkait hasil pertemuan dengan pak Jumras dan komitmen fee 7,5 persen untuk mendapatkan proyek jalan itu. Tapi pak gub katakan tidak ada itu fee, dan meminta Ferry dan Anggu bersurat ke pak gub,” bebernya.

Surat dari Ferry dan Anggu terkait fee 7,5 persen untuk mendapatkan proyek tersebut, menjadi rujukan Gubernur Sulsel Prof Nurdin Abdullah untuk mencopot Jumras sebagai Kepala Biro Pembangunan Setda Sulsel.
“Jadi mungkin surat itu menjadi rujukan untuk mengeksekusi pak Jumras,” pungkas Irfan Jaya. otn/kop
Media Partner : otonominews.co.id

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version